Rabu, 22 November 2017

Sejarah Administrasi Pembangunan Kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN



Latar Belakang
Berbicara tentang administrasi pembangunan kesehatan, sebenarnya belum ada literatur khusus yang membahasnya. Saat ini pijakan berpikir dalam konteks administrasi pembangunan kesehatan masih diilhami oleh ilmu administrasi negara dan ilmu administrasi pembangunan. Disiplin ilmu ini umumnya telah diajarkan pada kajian ilmu sosial dan ilmu politik.
Dari literatur yang ada mengatakan bahwa, ilmu administrasi pembangunan belumlah diakui ataupun belum merupakan suatu disiplin ilmu yang telah berkembang. Dalam pandangan beberapa ahli dan penulis dewasa ini, perkembangan ke arah ilmu administrasi terus diupayakan. Bila melihat asal usul ilmu administrasi pembangunan yang dikembankan saat ini banyak yang mengatakan bahwa disiplin ilmu ini berakar dari ilmu administrasi Negara.
Seperti yang diakui oleh Kristiadi (1994) bahwa administrasi pembangunan sebenarnya merupakan salah satu paradigma administrasi negara yaitu paradigma yang berkembang setelah ilmu administrasi negara sebagai ilmu administrasi pada sekitar tahun 1970. Mengacu dari kerangkan perkembangan administrasi pembangunan seperti tersebut di atas. Kristiadi memberi pengertian tentang Administrasi Pembangunan adalah Administrasi Negara yang mampu mendorong ke arah proses perubahan dan pembaruan serta penyesuaian. Oleh karena itu administrasi pembangunan juga merupakan pendukung perencanaan dan implementasinya. Masalah yang serius dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah lemahnya kemampuan birokrasi dalam menyelenggarakan pembangunan.






Rumusan Masalah
Bagaimana Sejarah Administrasi Pembangunan Kesehatan?
Bagaimana Sejarah Timbulnya Konsep Administrasi Pembangunan?
Bagaimana Perkembangan Pemikiran dari Administrasi Negara ke Administrasi Pembangunan?
Bagaimana Pembangunan Administrasi Kesehatan di Indonesia?

Tujuan
Untuk mengetahui Sejarah Administrasi Pembangunan Kesehatan
Untuk mengetahui Sejarah Timbulnya Konsep Administrasi Pembangunan
Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran dari Administrasi Negara ke Administrasi Pembangunan
Untuk mengetahui Pembangunan Administrasi Kesehatan di Indonesia





















BAB II
PEMBAHASAN


Sejarah Administrasi Pembangunan Kesehatan
Administrasi Pembangunan yang dikembangkan itu berasal dari disiplin ilmu yang mendahului, yaitu administrasi Negara. Pada abad ke 19 dapat dikemukakan sebagai permulaan perkembangan Ilmu Administrasi Negara yang dipelopori oleh penulis-penulis dan praktisi-praktisi Administrasi Pemerintahan di Amerika Serikat yaitu antara lain : Woodrow Wilson, Frank J. Goodnow, Leonard D. White, dan bahkan tulisan Alekxis de Tocqueville jauh sebelumnya dianggap pula awal perkembangan Ilmu Administrasi Negara. Perkembangan Ilmu Administrasi Negara lebih relevan bagi Negara-negara yang sudah maju.
Para ahli Ilmu Administrasi Negara, kemudian memberikan perhatian pula terhadap dua hal, yaitu:
Administrasi bagi negara-negara yang sedang berkembang atau yang sedang mengalami masa perubahan (dari masyarakat tradisional agraris ke arah masyarakat maju dan mulai memperkembangkan industri).
Yang kedua adalah perhatian kepada masalah interrelasi antara administrasi sebagai praktek di bidang-bidang kehidupan lain.

Sejarah Timbulnya Konsep Administrasi Pembangunan
Pengamatan yang cermat atas pertumbuhan dan perkembangan administrasi pembangunan sebagai suatu disiplin ilmiah yang relatif baru menunjukan bahwa usaha para pakar untuk mengembangkan teori administrasi pembangunan sesungguhnya telah mulai setelah Perang Dunia II berakhir yang kemudian berlanjut secara lebih intensif pada dekade enam puluhan. Setelah berakhir Perang Dunia II, timbul pola baru dalam hubungan antarbangsa  di dunia.
1.      Terdapat negara-negara yang menang pada Perang Dunia tersebut Yaitu negara-negara yang menang pada Perang Dunia tersebutnegara-negara  sekutu dan dipihak lain ada negara-negara yang kalah.
2.      Pola kedua yang timbul dalam hubungan antar negara ialah bahwa disatu pihak terdapat negara-negara bekas penjajah dan di pihak lain terdapat negara-negara baru, yaitu bekas jajahan yang memperoleh kemerdekaannya dengan berbagai cara, seperti melalui perang kemerdekaan dan atau melalui meja perundingan.
Para Pragmatis akan mengatakan walaupun negara-negara bekas penjajah bersedia memberikan bantuan kepada negara-negara bekas jajahannya, sesungguhnya dasarnya bukanlah karena sikap yang altruistik dan bukan pula karena landasan moralitas, melainkan juga karena kepentingan nasional. Artinya, negara-negar bekas penjajah masih tetap memanfaatkan hubungan sejarah dan emosional yang bersifat khusus itu demi kepentingan sendiri yang dalam segi ekonomi mengambil dua bentuk.
a)      Bentuk pertama adalah menjadikan negara-negara bekas jajahan itu sebagai sumber bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan untuk industri tertentu dalam negerinya sendiri.
b)      Bentuk kedua adalah menjadikan negara bekas jajahan itu sebagai pasar bagi produk yang dihasilkannya.

Perkembangan Pemikiran dari Administrasi Negara ke Administrasi Pembangunan
Implementasi kegiatan-kegiatan pembangunan disuatu negara telah menimbulkan adanya kebutuhan untuk mengembangkan suatu disiplin ilmiah baru yang menjadi sarana dalam mencapai pembangunan suatu negara dan bangsa ditinjau dari segi administrasi.
Sebagai disiplin ilmiah, Administrasi Pembangunan menjadi titik tolak berhasil tidaknya suatu bangsa dalam membangun masyarakat untuk bisa mencapai kemakmuran yang merata di segala bidang.
Pada dasarnya administrasi pemangunan merupakan cabang dari Administrasi Negara, sehingga kaidah-kaiah umum yang ada di administrasi negara berlaku pula pada administrasi pembangunan.
Dalam perkembangannya para ahli ilmu administrasi negara memberikan pengertian yang berbeda terhadap dua hal yaitu:
a.       Administrasi di negara-negara yang sedang berkembang.
b.        Administrasi yang berada pada negara-negara sudah maju.
Konklusi dari penemuan (CAG-Comparative Administration Group) memberikan keputusan perlunya dibentuk administrasi pembangunan, untuk meningkatkan kemajuan masyarakat di negara-negara sedang berkembang. Dipandang perlunya membentuk administrasi pembangunan ini dikarenakan beberapa hal, yaitu:
1)      Bahwa teori ilmu administrasi negara yang selama ini mereka kuasai dan kembangkan tidak begitu saja dapat dialihkan ke negar-negra yang sedang membangun.
2)      Agar bantuan yang diberikan di bidang administrasi mencapai sasarannya, para pakar tersebut merasa perlu untuk menciptakan suatu disiplin ilmiah baru yang dapat diterapkan dalam mnyelenggarakan seluruh kegiatan pembangunan dengan segala seginya
3)      Demi perkembangan ilmu administrasi yang mutakir serta sesuai dengan tuntutan praktek dilapangan, para pakar yang berpengalaman dinegeri sendiri dan di negara lain di mana mereka pernah ditempatkan dalam rangka bantuan luar negeri, merasa perlu untuk mengembangkan studi perbandingan dibidang administrasi.
4)      Masih terdapar jurang yang lebar antara negar-negara yang kaya dengan negar-negara yang miskin disamping itu ditekankan betapa pentingnya kerjasama nasional dalam usaha memperlancar kegiatan-kegiatan pembangunan.







Pembangunan Administrasi Kesehatan di Indonesia

Pembangunan administrasi kesehatan di indonesia dapat dilihat dari 2 sudut pandang saat penjajahan dan setelah penjajahan:
Zaman Pemerintahan Belanda
Pada masa itu dijalankan oleh Jawatan masyarakat terutama sekali dalam bidang Rumah sakit dan Balai balai pengobatan.
Dalam bidang Preventif dijalankan antara lain:
Pencegahan routine.
Vaksinasi terhadap penyakit typhus dan pes.
Pemberantasan penyakit cacing tambang, banyak dilakukan di perkebunan dengan obat oleum chemopodii.
Penyediaan air bersih dijalankan hanya di kota besar.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa usaha-usaha Public Health dalam arti kata sebenarnya belum banyak dijalankan.
Zaman Pemerintahan Jepang
Usaha pada masa tersebut hampir tidak berjalan. Sehingga usaha sampai 1941 menjadi hancur kembali. Usaha-usaha di bidang curatif macet oleh karena tidak ada obat dan alat-alat perawatan. Pencacaran tidak dapat dijalankan secara teratur lagi. Di sana sini timbul malaria, disentri yang mengakibatkan banyak korban oleh karena tidak ada obat dan daya tahan tubuh rakyat menurun atau berkurang oleh karena makanan berkurang pula.
Zaman Revolusi Fisik (1945-1950)
Gambaran suram pada zaman Jepang masih terus berlangsung, pada tahun 1945 sampai tahun 1950 terutama di daerah-daerah pertempuran, keadaan di daerah yang diduduki Belanda lebih baik sedikit. Tetapi pada umumnya dapat dikatakan bahwa usaha-usaha di bidang Public Health masih banyak tidak dijalankan, dan tahun 1950 timbul wabah cacar yang mula-mula terjadi di Sumatera Tengah baru ke daerah lain, mislanya Sumut, Aceh, Jawa, dan sebagainya.



Sesudah tahun 1950
Masa ini ditandai dengan meningkatnya perhatian Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Public Health antara lain tersusunnya Kementerian Kesehatan atas bagian-bagian:
K.I.A.
Pemberantasan penyakit tbc, kusta, frambusia.
Pendidikan Kesehatan kepada rakat.
Statistik.
Pada tahun 1950 Pemerintah Indonesia menjadi anggota WHO dan bantuan Indonesia dari Unicef banyak usaha-usaha tentang pemberantasan dapat dimulai dan diperkembangkan:
Vaccinasi BCG untuk TBC.
Pemberantasan penyakit frambusa dengan penicillin.
Pemberantasan penyakit kusta dengan DDS.
Pada tahun 1951 di daerah Bandung dimulai usaha-usaha pelayanan kesehatan kepada rakyat yang menginterpretasikan kegiatan preventiv dan curativ. Dalam rangkaian itu pelayanan kesehatan tersebut didirikan instansi yang diberi nama Pusat Kesehatan (Health Center), kemudian nama yang terakhir adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dan meliputi prinsip-prinsip dasar dari Public Health yakni: “THE BASIC SEVEN”. Rencana ini dikenal dengan nama Bandung Plane dan dicantumkan laporan di WHO yang mengadakan rapatnya di Janewa 1953. Dalam rencana tersebut rakyat diikutsertakan untuk lebih pesat dalam usaha-usaha bidang preventiv.
Pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980 an dilakukan penyusunan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang terjadi dari: Pemikiran dasar Sistem Kesehatan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Orang Kesehatan dan Bentuk Pokok Sistem Kesehatan Nasional. Pada awal tahun 1990 an diadakan persiapan untuk penyusunan Undang-undang tentang Kesehatan. Dalam persiapan tersebut dasar-dasar Pembangunan Kesehatan dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan masukan utama untuk penyusunan asas pembangunan kesehatan.
Pada akhirnya sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. 9 asas pembangunan tersebut meliputi 6 asas yaitu: Perikemanusian, Manfaat, Usaha Bersama dan Kekeluargaan, Adil dan Merata, Perikehidupan dan Keseimbangan dan Kepercayaan pada Kemampuan dan Kekuatan Sendiri.
Sidang Kesehatan Sedunia tahun 1998 telah menetapkan “Health for-All polio / for the twenty first century” dimana di dalamnya termasuk “World Health Declaration”. 10 Bila dibandingkan isi dari deklarasi tersebut dengan empat dasar yang dikemukakan cukup sebanding. Deklarasi tersebut sangat menekankan pentingnya pemerataan dan pemberdayaan upaya kesehatan di negara-negara anggota WHO.
Dalam analisa ini Pemikiran Dasar Pembangunan Kesehatan ini akan difokuskan pada adanya:
Kesesuaian (corespond) dari Pemikiran Dasar Pembangunan Kesehatan ini dengan berbagai fakta atau kenyataan yang diperoleh dari hasil evaluasi di Indonesia dan global, serta
Keterkaitan atau hubungan (coherence) dengan pemikiran yang terdahulu atau pemikiran lain yang terkait.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 – 2009, telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden nomor 7 Tahun 2005, Renstra Departemen Kesehatan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program-program: Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat, Lingkungan Sehat, Upaya Kesehatan masyarakat ,upaya kesehatan perorangan, pencegahan dan pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, sumber daya kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, kebijakan dan manajemen pembangunan, kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pendidikan kedinasan, pengelolan SDM aparatur, penyelenggaraan pimpinan kenegaraan, dan kepemerintahan, peningkatan pengawasa dan akuntanbilitas aparatur Negara.
Dalam perjalanan pelaksanaan pembangunan kesehatan sampai dengan akhir tahun 2005, berbagai masalah dan tantangan dalam pembangunan kesehatan telah berkembang semakin berat dan kompleks dan kadang-kadang tidak terduga. Dalam upaya mananggulangi masalah kesehatan dan menghadapi tantangan dimaksud. Departemen kesehatan juga telah menata kembali organisasi dan tata-kerjanya.
Pembangunan kesehatan dilihat dari sudut pandang pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan:
Masa pra kemerdekaan
Abad ke-16
Pemerintahan belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Tahun 1807
Pemerintahan jendral daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena langkahnya tenaga pelatih.
Tahun 1888
Berdiri pusat laboratorium kedokteran dibandung, yang kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya dimedan, semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasa penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
Tahun 1925
Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di purwokerto, banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan.




Tahun 1927
STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadu FKUI. Sekolah dokter tersebut punya peran besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat.
Tahun 1930
Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.
Tahun 1935
Dilakukan program pemberantasa pes, karena terjadi epidemic, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasin massal.

Masa Era Kemerdekaan
Pra reformasi
Masa orde lama
Tahun 1951
Diperkenalkannya konsep bandung (bandung plan) oleh Dr. Y. Leimena dan dr. patah (yang kemudian dikenal dengan patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO, diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer dengan membentuk unti-unti organisasi fungsional dari dinas kesehatan kabupaten ditiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut puskesmas.
Tahun 1956
Dr. Y. Sulianti mendirikan “proyek bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan perdesaan dan pelayanan medis.
Tahun 1962
Pada tanggal 12 november 1962 presiden Soekarno mencanangkan program pemberantasan malaria dan pada tanggal tersebut menjadi hari kesehatan nasional (HKN).
Masa orde baru
Tahun 1967
Konsep bandung plan terus dikembangkan, tahun 1967 di adakan seminar konsep puskesmas. Pada tahun 1968 konsep puskesmas ditetapkan dalam rapat kerja kesehatan nasional dengan disepakatinya bentuk puskesmas yaitu tipe A, B, dan C. kegiatan puskesmas saat itu dikenal dengan istilah ‘basic’. Ada basic 7, basic 13 health service yaitu: KIA, KB, gizi mas, kesling, P3M, PKM, BP, PHN, URS, UHG, UKJ, lab pencatatan dan pelaporan
Tahun 1968
Rapat kerja kesehatan nasional dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (depkesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan dikota madya/kabupaten.
Tahun 1969
Sistem puskesmas disepakati dua saja. Yaitu tipe A ( dikepalai dokter) dan tipe B (dikelolah paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dkenal dengan masa pelita I. dimulai program kesehatan puskesmas disejumlah kecamatan dari sejumlah kabupaten ditiap propinsi pada tahun 1969, tipe puskesmas menjadi A dan B.



Tahun 1977
Pada tahun 1977 Indonesia ikut menandatangani kesepakatan visi: Health For All By Year 2000”, di Alma Ata, Negara bekas federasi uni soviet, pengembangan dari konsep “primary Health care”.
Tahun 1979
Tidak dibedakan antara puskesmas tipe A atau B, hanya ada satu tipe puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan sertifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standart). Selanjutnya puskesmas dilengkapi dengan piranti  manajerial yang lain, yaitu micro palnning untuk perencanaan, dan lokakarya mini (Lokmin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
Tahun 1984
Pada tahun 1984 dikembangkan Posyandu, yaitu pengembangan dari pos penimbangan dan karang gizi. Posyandu dengan 5 programnya yaitu, KIA, KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi dengan 5 Mejanya (Notoadmodjo, 2005). Pada waktu-waktu selanjutnya Posyandu bukan saja untuk pelayanan Balita tetapi juga untuk pelayanan ibu hamil. Bahkan pada waktu-waktu tertentu untuk promosi dan distribusi Vit A, Fe, Garam Yodium, dan suplemen gizi lainnya. Bahkan Posyandu saat ini juga menjadi andalan kegiatan penggerakan masyarakat (mobilisasi sosial) seperti PIN, Campak, Vit A, dan sebagainya.
Awal tahun 1990-an
Puskesmas berubah menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Reformasi
Waktu terus bergulir, tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Kemiskinan meningkat, kemampuan daya beli masyarakat rendah, menyebabkan askes ke pelayanan kesehatan rendah, kemudian dikembangkan program kesehatan untuk masyarakat miskin yaitu, JPS-BK. Tahun 1998 Indonesia mengalami reformasi berbagai bidang termasuk pemerintahan dan menjadi negara demokrasi. Tahun 2001 otonomi daerah mulai dilaksanakan, sehingga di lapangan program-program kesehatan bernuansa desentralisasi dan sebagai konsekuensi negara demokrasi, program-program kesehatan juga banyak yang bernuansa ‘politis’. Tahun 2003 JPS-BK kemudian menjadi PKPS-BBM Bidang Kesehatan, tahun 2005 berubah lagi menjadi Askeskin. Pada saat itu juga dikembangkan Visi Indonesia Sehat. Tahun 2010 dengan Paradigma Sehat. Puskesmas dan Posyandu masih tetap eksis, bahkan Posyandu menjadi ujung tombak ‘mobilisasi sosial’ bidang kesehatan. Dalam era otonomi dan demokrasi menuntut akuntanbilitas  dan kemitraan, sehingga berkembang LSM-LSM baik bidang kesehatan, maupun bukan untuk menuntut akuntanbilitas tersebut dalam berbagai bentuk partisipasi. Sebagai ‘partnership’ LSM-LSM tersebut program kesehatan yang bertanggung jawab adalah Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan harus menjadi ujung tombak mewakili program kesehatan secara keseluruhan, baik sebagai pemasaran sosial Visi Indonesia Sehat 2010 untuk merubah paradigma (Paradigma Sehat) petugas kesehatan dan masyarakat. Tugas lain promosi kesehatan melakukan advokasi, komunikasi kesehatan dan mobilisasi sosial, baik kepada pihak legislatif, eksekutif maupun masyarakat itu sendiri. Terutama melalui kemitraan dengan LSM-LSM tersebut. Dengan kata lain pada era otonomi / desentralisasi saat ini sektor kesehatan harus diperjuangkan juga secara politik karena sebenarnya saat ini bidang kesehatan disebut juga sebagai era  ‘Political Health’, maka peranan promosi kesehatan sangat menonjol dalam ikut mengakomodasi upaya tersebut dengan berbagai strategi.
Secara universal perkembangan Kesehatan Masyarakat dibagi menjadi 5 era, dengan dasar pembagian 5 unsur, yaitu unsur jangkuan dengan filosofi yang dianut dengan titik berat pelayanan, unsur penyelenggaraan pendidikan dan penelitian pengembangan.



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Administrasi Pembangunan yang dikembangkan itu berasal dari disiplin ilmu yang mendahului, yaitu administrasi Negara. Pada abad ke 19 dapat dikemukakan sebagai permulaan perkembangan Ilmu Administrasi Negara yang dipelopori oleh penulis-penulis dan praktisi-praktisi Administrasi Pemerintahan di Amerika Serikat
Pengamatan yang cermat atas pertumbuhan dan perkembangan administrasi pembangunan sebagai suatu disiplin ilmiah yang relatif baru menunjukan bahwa usaha para pakar untuk mengembangkan teori administrasi pembangunan sesungguhnya telah mulai setelah Perang Dunia II berakhir yang kemudian berlanjut secara lebih intensif pada dekade enam puluhan.
Sebagai disiplin ilmiah, Administrasi Pembangunan menjadi titik tolak berhasil tidaknya suatu bangsa dalam membangun masyarakat untuk bisa mencapai kemakmuran yang merata di segala bidang.

Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita tentang Administrasi Pembangunan Kesehatan khususnya dalam Sejarah yang terdapat dalam Administrasi Pembangunan Kesehatan. Kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar ke depannya akan lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin. 2012. Pengantar Administrasi Pembangunan: Konsep, Teori dan Implikasinya di Era Reformasi. AlfaBeta. Bandung
Suhadi. 2015. Administrasi Pembangunan Kesehatan. Trans Info Media. Jakarta
www.medkes.net
www.fkmunsrat.com

Penggunaan Air Untuk Minum




KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Penyediaan Air Bersih dengan Judul “Penggunaan Air Untuk Minum”. Adapun tujuan penulisan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Penyediaan Air Bersih
Keberhasilan kami menyelesaikan Makalah ini adalah berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak serta kerja keras dari kami. Dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dorongan dan bantuan yang diterima oleh kami sampai dengan menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu saran dan kritik yang membangun, sangat kami harapkan dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini.
                                                                                                                  
Manado, Maret 2017


Kelompok 6







DAFTAR ISI



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang

Air sangat penting untuk kelangsungan kehidupan manusia. Air dimanfaatkan oleh manusia tidak hanya untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, makan, mandi, namun juga untuk keperluan lain seperti pertanian, industri, pariwisata dan lain sebagainya. Sekitar 60% dari tubuh manusia adalah air, oleh karena itu manusia bisa bertahan beberapa minggu tanpa makanan namun hanya bisa bertahan beberapa hari tanpa air (Cunningham & Saigo, 2001: 422).
Dari seluruh kandungan air yang ada di bumi ini, lautan dan danau mempunyai volume sebesar 97,6% dan air tawar sebesar 2,4%. Kemudian dari total air tawar, dalam bentuk es dan salju sekitar 87% dan zat cair 13%. Dari jumlah zat cair, terdiri dari air tanah sebesar 95%, kandungan uap lembab 2%, dan sebesar 3% adalah sungai, danau, dan aliran lainnya. Cunningham-Saigo (2001: 427).
Bumi dan seluruh isinya diciptakan untuk dimanfaatkan bagi keperluan manusia. Namun akibat kecerobohan dan kesewenang-wenangan manusia selama memanfaatkan dan  memelihara air ditambah lagi dengan membuang limbah ke dalam alam untuk memenuhi kepentingannya   sendiri menyebabkan terganggunya ekosistem yang akan merugikan manusia itu sendiri.
            Walaupun secara total jumlah air dan keseimbangan air tetap,pergeseran dari setiap komponen dapat terjadi karena fenomena alam seperti pergerakan angin dan perubahan tata guna lahan.
Tidaklah pada tempatnya kalau orang mengeksploitasi air secara berlebih.  Mereka memanfaatkan air seolah-olah air berlimpah dan merupakan ‘barang bebas’. Padahal semakin terbatas jumlahnya akan berlaku hukum ekonomi, dimana air merupakan benda ekonomis.
Sebagai bukti, masyarakat pedesaan harus berjalan kaki puluhan kilometer untuk     mendapatkan air di musim kemarau. Orang rela bersusah payah dan berani membayar mahal untuk membeli air ketika terjadi krisis air.

1.2   Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan Sumber Air  Baku Sebagai Sumber Air Minum ?
2.      Sebutkan Ketentuan-ketentuan yang Digunakan dalam Penggunaan Air Bersih ?
3.      Jelaskan Metode Pengolahan Air
4.      Sebutkan Syarat-syarat Air Bersih

1.3   Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui apakah yang dimaksud dengan Sumber Air  Baku sebagai Sumber Air
2.      Mengetahui Ketentuan-ketentuan yang Digunakan dalam Penggunaan Air Bersih ?
3.      Mengetahui Metode Pengolahan Air
4.      Mengetahui Syarat-syarat Air Bersih








BAB II

ISI


2.1 Sumber Air Sebagai Air Baku Untuk Air Minum

           

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005, bahwa yang dimaksud dengan “Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasl dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum”.
Untuk keperluan perencanaan sistem perencanaan penyediaan air minum, terlebih dahulu perlu diketahui pasokan sumber air bakunya berasal dari sumber :
1.      Air hujan
2.      Air tanah: Mata air, aitr tanah dangkal dan air tanah dalam
3.      Air permukaaan
-          Alami : Sungai dan telaga (danau)
-          Buatan : Waduk

 

2.2 Ketentuan Pemanfaatan Air Sebagai Air Baku

Ketentuan umum merupakan aspek hukum berupa persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi apabila akan memanfaatkan sumber air.
Persyaratan-persyaratan tersebut meliputi peraturan perundang-undangan yang mengatur penggunaan sumber air baku dari :
-          Sumber mata air,
-          Sumber air tanah
-          Sumber air permukaan

2.3 Ketentuan Pemanfaatan Sumber Mata Air

Persyaratan-persyaratan penggunaan sumber mata air adalah sebagai berikut:
1.      Di daerah perencanaan dan sekitarnya terdapat sumber mata air yang berpotensi dengan kontinuitas yang mencukupi untuk suatu kebutuhan.
2.      Pemanfaatan air harus mengacu pada peraturan-peraturan sebagai berikut:
a)      Undang-undang Dasar 1945, pasal 33 yang menyatakan bahwa bumi dan kekayaan alam ang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sepenuhnaya untuk kemakmuran rakyat.
b)      Undang-undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1982, tentang Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
c)      Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1974, tentang Pengairan serta Penjelasannya.
d)     Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air beserta penjelasannya.
e)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 1982, tentang Tata Pengaturan Air beserta penjelasannya.
3.      Membuat perijinan kepada Kepala Daerah Tingkat 1 dan Kepala Daerah Tingkat II c.q. Instansi yang  berwenang mengelolah mata air dan mendapat persetujuan secara tidak memaksa dari pemilihan tanah di mana terdapat mata air.

Pemanfaatan mata air harus terpadu dengan pemanfaatan mata air untuk keperluan lain (pemandian umum, irigasi dan perikanan).

2.4 Ketentuan Pemanfaatan Sumber Air Tanah

Persyaratan-persyaratan penggunaan sumber air tanah adalah sebagai berikut:
1.      Di daerah perencanaan dan sekitarnya telah dilihat pada peta hidrogeologi, pendugaan geolistrik, pengamatan-pengamatan sumur yang ada dan hasil pengeboran /penggalian menunjukkan adanya air tanah yang berpotensial dengan kontinuitas yang mencukupi untuk suatu kebutuhan.
2.      Pemanfaatan air tanah harus mengacu pada peraturan-peraturan sebagai berikut:
a)      Undang-undang Dasar 1945, pasal 33 yang menyatakan bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sepenuhnya untuk memakmurkan rakyat
b)      Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982, tentang Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
c)      Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1974, tentang Pengairan serta penjelasannya.
d)     Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air beserta Penjelasannya.
e)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 1982, tentang Tata Pengaturan Air beserta penjelaannya.
3.      Membuat perijinan kepada Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat II c.q. Instansi yang berwenang mengelolah air tanah dan mendapat persetujuan secara tidak memaksa dari pemilihan tanah di mana terdapat air tanah potensial.
4.      Pemanfaatan air tanah tidak menggangu pertanian dan harus dikonfirmasikan kepada dinas pertanian (khusus pemanfaatan air tanah dangkal)


2.5 Ketentuan Pemanfaatan Sumber Air Permukaaan

Persyaratan-persyaratan penggunaan sumber air permukaan adalah sebagai berikut:
1.      Di daerah perencanan dan sekitarnya telah dilihat pada peta hirogeologi, pendugaan geolistrik, pengamatan-pemgamatan sumur yang ada dan hasil pengeboran /penggalian menunjukan adanya air tanah yang berpotensial dengan kontinuitas yang mencukupi untuk suatu kebetulan.
2.      Pemanfaatan air tanah harus mengacu pada peraturan-peraturan sebagai berikut:
a)      Undang-undang Dasar 1945, pasal 33 yang menyatakan bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.
b)      Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982, tentang Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup
c)      Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1974, tentang pengairan serta penjelasannya.
d)     Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air beserta penjelasannya
e)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 1982, tentang Tata Peraturan Air beserta penjelasannya.
3.      Membuat perijinan kepaa Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat II dan Instansi yang berwenang mengelolah sumber air permukaan, seperti:
-          Departemen Pekerjaan Umum c.q. Direktorat Jendral Pengairan: Sub Direktorat Sungai, Direktorat Irigrasi dan Direktorat Rawa
-          Badan Otorita yang bertanggung jawab mengelolah sumber air permukaan
4.      Pemanfaatan sumber air harus terpadu dengan pemanfaatan sumber air permukaan untuk keperluan lain.
5.      Keberadaan bangunan pengambilan tidak menimbulkan masalah pada lingkungan sekitarnya.

2.6 Perlindungan Air Baku

Perlindungan air baku dilakukan melalui keterpaduan pengaturan pengembangan SPAM dan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan).

2.7 Metode Pengolahan Air

     Dengan berkembangnya kemajuan teknologi pengolahan air belakangan ini maka tak pelak muncul dimana-mana depot-depot air isi ulang untuk air galon baik dengan kualitas standar normal (isi ulang biasa) maupun standar kualitas air suling murni atau RO (Reverses Osmosis), berbarengan dengan itu industri Air Minum Dalam Kemasan atau AMDK juga tak kalah bersaingnya, tumbuh menjamur baik dikota-kota besar maupun kota-kota kecil. Bisa dibuktikan untuk kota kecil Banda Aceh saja yang penduduknya relative sedikit (± 248 ribu jiwa) dan yang sejak dahulu kala dibeberapa lokasi kesulitan mendapakan air bersih, sudah berjalan hingga saat ini sekitar 230 unit usaha depot air minum (RO dan isi ulang biasa). Diduga setiap rumah tak terkecuali kaya atau miskin, pasti mempunyai minimal satu unit dispenser galon air minum.
"Sistem Instalasi Pengolahan Air (IPA) utk minum kapasitas kecil. Gbr foto : Perfektor pinjaman Sab Sas Belanda, kapasitas 40 galon atau 800 liter sehari..."
     Depot air isi ulang standar biasa, yang pada umumnya untuk penjualan eceran air galon, melakukan sistem metode pengolahan air minum secara terbatas atau sederhana, maksimal 4 atau 5 kali sistem penyaringan air baku menjadi air bersih siap minum, tetapi sebaliknya depot air yang menggunakan sistem RO hampir dua - tiga kali lipat dari standar yang biasa, sehingga hasilnya benar-benar mendekati air suling murni. Kandungan jumlah zat padat atau istilah teknisnya TDS (Total Disolve Solid) yang terkandung dalam air olahan RO, mendekati 1 ppm (part per-milliun atau seper-satu juta bagian). Tak dipungkiri air RO yang memakai saringan membrant (merk Filmtec atau sejenis) dengan diameter lubang seperseratus nano (atau sebanding dengan sehelai rambut dicincang menjadi seribu potong), akan menghasilkan air bebas dari virus maupun kuman bakteri mikro-organisme sehingga benar-benar layak minum dan aman untuk kesehatan, serta apalagi saat ini telah ditemukan suatu alat pembuat air RO menjadi air berbentuk hexagonal atau populer dengan sebutan "air ajaib", suatu temuan besar yang berkhasiat besar bagi kesehatan tubuh yang ditemukan oleh seorang peneliti Jepang bernama Mr. Masaru Emoto.
     Perusahaan Daerah Air Minum atau disingkat PDAM, baik di Aceh maupun dipelosok Indonesia lainnya, umumnya masih menggunakan metode pengolahan konvensional dengan sistem manual atau mekanikal. Air baku diambil dari sumber air hulu sungai atau air bawah tanah menggunakan pompa  bertekanan/menghisap tinggi, lalu dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) untuk diolah menjadi air bersih (tetapi bukan/tidak untuk minum langsung, harus direbus dulu), yang kemudian di distribusikan kepada masyarakat pelanggan.

 

2.8 Prinsip Dasar Tehnik Pengolahan Air

Sesuai dengan bunyi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 907 tahun 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum maka tujuan pengolahan air baku menjadi air layak konsumsi pada prinsipnya adalah :
• Menurunkan kekeruhan air baku;
• Mengurangi bau, rasa dan warna;
• Menurunkan dan mematikan mikro-organisme;
• Mengurangi kadar bahan-bahan yang terlarut dalam air;
• Menurunkan kesadahan
• Memperbaiki derajat keasaman (pH).
Detail tehnik tindak lanjut prinsip-prinsip di atas, dilakukan dengan cara pengolahan secaraFisik, secara Kimiawi dan secara Mikro Biologi seperti diuraikan dibawah ini.
1. Pengolahan air secara Fisik.
a. Penyaringan (filtrasi);
     Penyaringan air dilakukan untuk mendapatkan proses pemisahan antara bahan padatan/koloid dengan cairan. Jenis atau macam saringan mempunyai beberapa tipe mulai saringan kasar, saringan ukuran sedang sampai dengan halus. Sedangkan sistem pengaliran saringan umumnya penggabungan sistem aliran dari bawah ke atas (up flow filtration) serta dengan aliran gravitasi (gravitation filtration), sehingga bahan padatan tersebut, setelah melalui proses saringan (filtrasi) pada umumnya akan dapat dilihat langsung terapung, seperti potongan kayu atau dedaunan pohon dan lain sebagainya.
b. Pengendapan (sedimentasi);      
     Pada prinsipnya tahapan proses sedimentasi adalah pemisahan bagian yang padat dengan memanfaatkan gaya gravitasi, sehingga bagian yang padat akan berada di lantai dasar bangunan penguras, sedangkan air murni di atasnya. Proses ini bisa terjadi bila air baku mempunyai berat jenis lebih besar dari pada berat jenis air olahan, sehingga mudah tenggelam kedasar lantai penguras.
c. Absorpsi dan Adsorpsi;
     Air yang tadinya keruh agar menjadi jernih diterapkan cara absorpsi yaitu dengan menggunakan bahan absorben (karbón aktif, arang hitam), maka kadar warna, bau dan rasa air akan turun dan hilang. Sedangkan penangkapan/pengikatan ion-ion bebas yang masih terdapat dalam kandungan air dilakukan cara adsorpsi yaitu dengan menggunakan cairan kimia zeolit atau resin dengan takaran tertentu.
 "Sistem Pengolahan Air kualitas RO di PDAM Assen-Belanda, kapasitas produksi air lebih dari 2000 liter per-detik..."

2.  Pengolahan air secara Kimiawi.
a. Koagulasi ;
     Cara ini adalah untuk memisahkan padatan koloid didalam air dengan menggunakan koagulan (kapur, tawas dan kaporit) yang disuntikkan melalui pengadukan mixer (pompa dozing) kedalam aliran masuk IPA, sehingga endapan akibat koagulasi tersebut dapat dipisahkan langsung serta dibuang/dikuras melalui saringan filtrasi IPA.
b. Aerasi ;
     Untuk melarutkan logam yang sukar larut di dalam air dilakukan proses oksigenasi atau penangkapan O2 dari udara pada air olahan yang akan di proses, disebut juga dengan istilah aerasi. Pada prinsipnya proses aerasi ini utamanya untuk menurunkan kadar besi (Fe) dan magnesium (Mg) --penyebab sisa air ber flek-flek hitam-- setelah itu barulah air olahan di-filtrasi atau kemudian di endapkan untuk memperoleh air bebas kandungan kadar besi maupun magnesium.
     Metode-metode pengolahan air konvensional secara fisika dan kimia tersebut di atas yang pada umumnya diterapkan dan dilaksanakan oleh unit-unit Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM dihampir seluruh kawasan Indonesia. Selain itu terdapat pula sistem pengikatan ion-ion yang masih tersisa dan larut dalam air dengan menggunakan sistem Elektrodialisis, yakni memberi dua kutub listrik DC (katoda-anoda) sehingga memungkinkan terjadinya pengendapan sisa-sisa kotoran air, tapi hal ini jarang dipakai oleh IPA-IPA di PDAM, akan tetapi lebih banyak digunakan oleh depot-depot usaha air isi ulang, karena sistem ini memerlukan tambahan biaya relatif mahal yang dapat memberatkan konsumen pelanggan air PDAM.
 "Peralatan lengkap saringan Membrant untuk air RO kapasitas 80 liter per detik, ber-harga Rp. 750 juta-an"

3. Pengolahan air secara Mikro-Biologi.
      Metoda paling konvensional yang disarankan sejak dulu guna mematikan kandungan mikro-biologi di dalam air adalah dengan merebus air sehingga mencapai titik didih 100°C, tetapi dengan majunya teknologi mesin pengolah air, sekarang ini telah tersedia dipasaran suatu peralatan pembunuh bakteri bernama lampu sinar UV (Ultra Violet), yang dapat mematikan kandungan mikro-biologis seperti kuman, virus dan sebagainya.
      Umumnya pula tahap proses pengolahan air seperti di atas pada IPA-IPA PDAM di Indonesia rata-rata belum meng-adopsi sistem ini karena selain peralatannya relatif mahal, pun sumber air baku untuk air olahan itu khususnya belum tercemar oleh faktor-faktor bakteri mikro-biologi seperti tersebut di atas.
      Dengan demikian secara umum instalasi-instalasi pengolahan air di PDAM-PDAM Indonesia baik berskala besar (kapasitas diatas 1.000 liter perdetik) maupun skala kecil (kapasitas dibawah 100 liter perdetik) menerapkan metoda pengolahan air konvensional terbatas yakni pengolahan fisika dan kimiawi-nya saja, sebaliknya pengolahan air siap minum yang dilakukan oleh depot-depot air isi ulang serta perusahaan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) umumnya menerapkan metoda pengolahan air lebih lengkap serta relatif berbiaya sangat mahal baik secara fisika, kimiawi maupun mikro-biologisnya.
      Sehingga dapat ditarik kesimpulan hingga saat ini, air yang disalurkan melalui PDAM atau air PAM belum bisa dikonsumsi langsung layaknya air isi ulang dari depot-depot air minum. Tetapi bila membandingkan kualitas air isi ulang biasa dengan air RO (Reverses Osmosis), tentu lebih baik yang terakhir buat kesehatan tubuh terutama organ penting yang sangat penting yaitu ginjal.

2.9 Syarat Air Minum

1.  Persyaratan Fisik

Persyaratan Fisik merupakan persyaratan yang paling mudah dan sederhana untuk menentukan kualitas kelayakan dari air minum. Karena indikator pada persyaratan ini, tidak membutuhkan peralatan bantu apapun selain pancaindra tubuh. Indikator tersebut antara lain :
·          Jernih
·          Tidak berbau
·          Tidak berasa
·          Tidak berwarna
·          Tidak menimbulkan endapan
·          Tidak terlalu panas (dalam kondisi sejuk)
Jika kita mendapati air dengan kondisi yang berlawanan dengan indikator-indikator diatas, maka dapat dipastikan air tersebut bukanlah air minum yang layak untuk dikonsumsi. Namun, jika kita mendapatiair yang sudah memenuhi indikator diatas, belum dapat sepenuhnya air tersebut dikatakan layak untuk dikonsumsi, karena perlu pemeriksaan lain, yaitu pemeriksaan secara kimiawi dan mikrobiologis guna memastikan kualitas air tersebut sehingga dikatakan sebagai air minum yang layak untuk dikonsumsi.
2. Persyaratan Kimiawi
Jika pada persyaratan fisik hanya menggunakan pancaindra tubuh, maka pada pemeriksaan untuk memenuhi persyaratan kimiawi, dibutuhkan adanya peralatan bantu untuk mendeteksi ada tidaknya suatu zat atau senyawa yang bersifat merusak organ-organ tubuh. Suatu air minum, haruslah telah melewati pengujian secara kimiawi tentang kandungan-kandungan partikel yang ada di dalamnya. Danair minum, dikatakan layak untuk dikonsumsi jika :
·          Tidak terdapat partikel terlarut dalam jumlah tinggi
·          Tidak terdapat logam berat, misalnya Hg, Ag, Pb, Zn, Ni
·          Tidak terdapat zat beracun seperti senyawa hidrokarbon dan detergen
·          Memiliki derajat keasaman (pH) dengan kisaran 6,5 8,5
3. Persyaratan Mikrobiologis
Selain persyaratan fisik maupun persyaratan kimiawi, satu lagi persyaratan yang harus dipenuhi air minum, untuk memastikan kualitas dari air minum tersebut sehingga dapat dikatakan layak untuk dikonsumsi. Indikator yang digunakan dalam persyaratan ini, yaitu melakukan pemeriksaan kandungan bakteri Coliform (E.Coli) dalam air. Jika di dalam air terdapat bakteri E.Coli dalam jumlah yang sangat banyak, berarti kualitas air tersebut sangat rendah dan tercemar. Di dalam persyaratan Mikrobiologis, suatu air dapat dikatakan sebagai air minum yang layak untuk dikonsumsi, jika dalam 100 ml tidak ditemukan bakteri E.Coli serta bakteri-bakteri pathogen lainnya seperti Clostridum Perfringens, Salmonella, dll.

2.10 Hukum yang Mengatur

·         KEPUTUSAN MENTRI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 907/MENKES/VII/2002 TENTANG “SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM”
·         PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG “ PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM”.
·         PERATURAN PEMERINTAH PASAL 40 AYAT 8, UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG “SUMBER DAYA AIR”.
·         PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGOLAHAN KUALITAS AIR DAN        PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
















BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa air minum. Makluk hidup membutuhkan air untuk dapat melanjutkan kelangsungan hidup, baik manusia, hewan dan tumbuhan. Maka dari itu, ketika jumlah air dalam suatu daerah mengalami krisis seperti musim kemarau panjang bahkanpun air yang berlebihan dan kotor akibat bencana seperti banjir membuat kehidupan manusia terganggu. Untuk mengatasi masalah tersebut, dibutuhkan berbagai macam alternative pemecahan masalah antara lain penampungan air dan pengolahan air bahkan pun cara menggunakan air bersih dengan benar

3.2    Saran

Pemerintah diharapkan dapat mengoptimalkan program mengenai air bersih khususnya penggunaan air dan mengajak masyarakat untuk dapat bekerja sama.
Masyarakat diharapkan untuk mempunyai kesadaran untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan agar supaya ketersediaan air tetap bagus dan tidak tercemar sehingga baik untuk dikonsumsi dan terhindar dari berbagai macam penyakit






DAFTAR PUSTAKA



Anonim 2004. Undang-Undang RI No 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air. Jakarta
Anonim.1990. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas
      Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta
Anonim. 2005. PP RI No 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum. Jakarta


 

Sejarah Administrasi Pembangunan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berbicara tentang administrasi pembangunan kesehatan, sebenarnya belum ada literatur khusus yang memb...