Rabu, 22 November 2017

Analisis Lingkungan, sosial, ekonomi konteks politik untuk kebijakan kesehatan



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa karena berkat rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah analysis kebijakan kesehatan dengan Judul Analisis lingkungan dan konteks politik, Ekonomi sosial, dan budaya pada pengembangan kebijakan kesehatan. Adapun tujuan dari penulisan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah analysis kebijakan kesehatan.
Keberhasilan kami menyelesaikan Makalah ini adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak serta keteguhan hati kami, meskipun banyak hambatan yang di hadapi oleh kami, namun semua menjadi pelajaran dan pengalaman yang berkesan. Dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dorongan dan bantuan yang diterima oleh kami sampai dengan menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu saran dan kritik yang membangun, sangat kami harapkan dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini.
Harapan kami semoga Penyusunan makalah ini diterima dan dimengerti serta bermanfaat bagi kami khususnya untuk Pembaca. 


  Manado, 02 Oktober 2017


                                                                                                                                                                Kelompok




DAFTAR ISI





 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1. Latar Belakang

Proses pengembangan dan implementasi kebijakan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai konteks atau faktor serta lingkungan dari kebijakan tersebut berada. Para aktor atau pelaku kebijakan yang terlibat juga tak lepas dari pengaruh konteks dan lingkungan yang mempengaruhi nilai-nilai, pilihan atau kepentingannya. Dengan demikian, lingkungan dan konteks yang menyertai kebijakan kesehatan menjadi unsur yang selalu dipertimbangkan dalam menilai atau mrnganalisis kebijakan kesehatan.
Dalam segitiga sistem kebijakan yang dikembangkan Dun (1994), unsur lingkungan menjadi satu unsur diantara unsur segitiga lainnya: aktor kebijakan dan konten kebijakan yang saling memengaruhi. Dalam terminologi segitiga kebijakan kesehatan yang dikembangkan Walt dan Gilson (1994) aspek lingkungan dimaknai sebagai konteks. Kedua istilah tersebut memiliki peran yang hampir sama, yaitu memberi pengaruh dalam sistem dan kebijakan kesehatan, akan tetapi berbeda dalam hal penggunaan atau cara pandangnya di dalam suatu analisis kebijakan kesehatan. Untuk memudahkan pemahaman antara kedua istilah tersebut maka penulis mencoba menggambarkannya dalam bagan berikut.Istilah lingkungan kebijakan lebih tepat ditempatkan di luar segitiga sistem kebijakan sebagaimana terminologi sistem pada umumnya, yang menempatkan input-proses-output pada sat ugaris yang sama di dalam ruang lingkup unsur lingkungan. Pemahaman ini juga mengacu pada sistem penetapan kebijakan yang dikemukakan oleh Easton, yaitu bagaimana proses formulasi kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem dengan ada factor lingkungan yang memengaruhi. Penggunaan istilah lingkungan kebijakan akan lebih tepat jika digunakan saat melakukan analisis kebijakan yang menempatkan lingkungan sebagai pengaruh eksternal yang memengaruhi keberhasilan suatu kebijakan kesehatan nantinya atau sebagai alasan ketidakberhasilan suatu kebijakan kesehatan saat diimplementasikan. Misalnya, kebijakan persalinan oleh tenaga kesehatan tidak berjalan karena adanya kepercayaan masyarakat yang lebih besar kepada dukun dan terbatasnya anggaran untuk menempatkan bidan desa di daerah-daerah pelosok. Bagaimanapun, kebijakan kesehatan tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial di mana kebijakan kesehatan tersebut diimplementasikan.
Adapun konteks kebijakan memiliki pengertian yang saling mendukung dan melengkapi dengan lingkungan. Istilah konteks kebijakan lebih tepat ketika digunakan saat membuat analisis kebijakan, tetapi dengan “kacamata” bidang atau sektor lain. Misal, dari konteks ekonomi, kebijakan kesehatan berupa imunisasi polio akan menguntungkan karena dinilai sebagai investasi jangka panjang mengingat akibat ekonomi yang ditimbulkan dari penyakit polio yang jauh lebih besar. Ketika terjadi endemi polio maka negara akan kehilangan tenaga produktif dari yang seharusnya (anak yang terkena polio, yang berdampak pada kelumpuhan, akan mengurangi tenaga produktif di negara sehingga dapat mengurangi pendapatan perkapita, dan seterusnya). Hasil analisis kebijakan akan menjadi berbeda-beda ketika dilihat dari konteks yang berbeda pula.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka disusun rumusan masalah, yaitu:
1. Apa saja lingkungan kebijakan?
2. Bagaimana mengantisipasi perubahan lingkungan kebijakan?

 

1.3. Tujuan

Berdasarkan materi bahasan tentang “Analisis Lingkungan dan Konteks Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pada Pengembangan Kebijakan Kesehatan” sehingga tujuan penulisan makalah terbagi atas 2, yaitu tujuan  umum dan  tujuan khusus. Adapun tujuan umum, yaitu memenuhi tanggungjawab sebagai mahasiswa Semester 5 Fakultas Kesehatan Masyarakat untuk mengerjakan tugas dari dosen yang bersangkutan pada mata kuliah Analisis Kebijakan Kesehatan. Sedangkan tujuan khusus, yaitu :
1.      Untuk mengetahui dan memahami lingkungan kebijakan, serta
2.      Untuk mengetahui dan memahami bagaiman mengantisipasi perubahan lingkungan kebijakan





















BAB II

ISI


 

2.1.  Lingkungan Dan Konteks Politik, Ekonomi, Sosial, Dan Budaya Pada

Pengembangan Kebijakan Kesehatan

Proses pengembangan dan implementasi kebijakan kesehatan di pengaruhi oleh berbagai konteks atau faktor serta lingkungan dari kebijakan tersebut berada. Para aktor atau pelaku kebijakan yang terlibat juga tak lepas dari pengaruh konteks dan lingkungan yang mempengaruhi nilai-nilai, pilihan atau kepentingannya. Dengan demikian, lingkungan dan konteks yang menyertai kebijakan kesehatan menjadi unsur yang selalu dipertimbangkan dalam menilai atau menganalisis kebijakan kesehatan.
      Istilah lingkungan dan konteks dalam kebijakan kesehatan telah di singgung sebelumnya pada bab pengembangan kebijakan. Dalam segitiga sistem kebijakan yang di kembangkan Dunn (1994), unsur lingkungan menjadi satu unsur di antara unsur segitiga kebijakan lainnya: aktor kebijakan dan konten kebijakan yang saling memengaruhi. Dalam terminology segitiga kebijakan kesehatan yang di kembangkan Walt dan Gilson (1994) aspek lingkungan dimaknai sebagai konteks. Kedua istilah tersebut memiliki peran yang hampir sama, yaitu memberi pengaruh dalam sistem dan kebijakan kesehatan. Untuk memudahkan pemahaman antara kedua istilah tersebut penulis mencoba menggambarkannya dalam bagan berikut
     Istilah lingkungan kebijakan lebih tepat ditempatkan di luar segitiga sistem kebijakan sebagaimana terminologi sistem pada umumnya, yang menempatkan input-proses-output pada satu garis yang sama di dalam ruang lingkup unsur lingkungan. Pemahaman ini juga mengacu pada sistem penetapan kebijakan yang di kemukakan oleh Easton, yaitu bagaimana proses formulasi kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem dengan ada faktor lingkungan yang memengaruhi. Penggunaan istilah lingkungan kebijakan akan lebih tepat jika digunakan saat melakukan analisis kebijakan yang menempatkan lingkungan sebagai pengaruh eksternal yang memengaruhi keberhasilan suatu kebijakan kesehatan nantinya atau sebagai “alasan” ketidakberhasilan suatu kebijakan kesehatan saat diimplementasikan. Misalnya, kebijakan persalinan oleh tenaga kesehatan tidak berjalan karena adanya kepercayaan masyarakat yang lebih besar pada dukun dan terbatasnya anggaran untuk menempatkan bidan desa di daerah-daerah pelosok. Bagaimanapun, kebijakan kesehatan tidak dapat terlepas dari lingkungan social di mana kebijakan kesehatan tersebut diimplementasikan.
      Adapun konteks kebijakan memiliki pengertian yang saling mendukung dan melengkapi dengan lingkungan. Istilah konteks kebijakan lebih tepat ketika digunakan saat membuat analisis kebijakan, tetapi dengan “kacamata” bidang atau sektor lain. Misal, dari konteks ekonomi, kebijakan kesehatan berupa imunisasi polio akan menguntungkan karena di nilai sebagai investasi jangka panjang mengingat akibat ekonomi yang di timbulkan dari penyakit polio yang jauh lebih besar. Ketika terjadi endemi polio maka Negara akan kehilangan tenaga produktif dari yang seharusnya (anak yang terkena polio, yang berdampak pada kelumpuhan, akan mengurangi tenaga produktif di Negara sehingga dapat mengurangi per kapita, dan seterusnya). Hasil analisis kebijakan akan menjadi berbeda-beda ketika dilihat dari konteks yang berbeda pula. Untuk selengkapnya, berikut penjelasan mengenai lingkungan kebijakan kesehatan dan konteks politik, ekonomi, dan social budaya dalam kebijakan kesehatan.

2.2. Lingkungan Kebijakan

Kelembagaan sektor kesehatan berada pada sebuah sistem yang terbuka yang di sebut sistem pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, sektor kesehatan tidak berdiri sendiri dalam menjalankan kebijakannya. Dukungan dari ligkungannya, seperti dukungan lembaga legislatif, masyarakat, atau organisasi pemerintah pada sektor lainnya sangat diperlukan. Berdasarkan jenisnya, lingkungan kebijakan dapat di kelompokkan menjadi :


1. Lingkungan Politik
Proses dan struktur politik turut serta memengaruhi instrumen dan proses kebijakan kesehatan. Lingkungan politik terbagi atas suprastruktur politik terdiri dari eksekutif, legislatif, dan judikatif, sedangkan lingkungan infrastruktur politik terdiri kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap kebijakan, yang kemudian bisa saja menjadi kelompok penekan perubahan kebijakan.
2. Lingkungan Sosial
Faktor-faktor sosial, seperti struktur sosial , kondisi sosial, dan interaksi sosial memengaruhi instrumen dan proses kebijakan kesehatan.
3. Lingkungan Administrasi
Sistem birokrasi yang memengaruhi instrumen dan proses kebijakan kesehatan. Dalam hal ini  seluruh kegiatan pemerintahan diselenggarakan baik secara internal maupun yang berkaitan dengan interaksinya dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan public.
4. Lingkungan Ekonomi
Lingk ungan kebijakan yang berkaitan dengan kondisi perekonomian dan faktor-faktor produksi (modal dan sumber daya lainnya) memengaruhi instrumen dan proses kebijakan kesehatan.
5. Lingkungan Demografis
Lingkungan kondisi dan struktur demografi sebuah wilayah yang memengaruhi instrument dan proses kebijakan kesehatan.
6. Lingkungan Geografis
Lingkungan kebijakan yang di batasi oleh batas-batas geografis wilayah yang memengaruhi instrument dan proses kebijakan kesehatan
7. Lingkungan Budaya
Unsur-unsur  budaya seperti nilai, etika, dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat yang memengaruhi instrument dan proses kebijakan kesehatan.
     Setiap jenis lingkungan yang di sebutkan di atas memiliki pengaruh yang besar, terutama dalam membentuk konteks kebijakan. Pengaruh yang di berikan berbeda-beda tergantung dengan seberapa besar permasalahan kebijakan itu berkaitan dengan setiap jenis lingkungan.
     Sering kali kebijakan kesehatan terhambat oleh faktor-faktor lingkungan seperti lingkungan politik, kondisi geografis seperti ketersediaan alam yang kurang mendukung, perubahan iklim yang sangat ekstrim, atau masalah budaya seperti pemahaman gender dalam pembangunan kesehatan.
     Contohnya, dalam penanganan kasus anemia pada ibu hamil setelah dirunut ternyata kondisi  anemia tersebut merupakan akumulasi dari anemia yang di derita sejak masa kanak-kanak dan remaja. Contoh lain, setelah dirunut ternyata perbedaan perlakuan antara anak perempuan dengan anak lelaki pada berbaga daerah termasuk dalam pola asuh dan pola pemberian makanan yang menjadi permasalahan. Berdasarkan kenyataan tersebut pendekatan kebijakan yang di gunakan harus menyentuh perubahan pemahaman berbasis gender terhadap pola asuh, pola didik, dan pola pemberian makanan kepada masyarakat kelompok sasaran. Selain itu, instrumen kebijakan yang dibuat harus melibatkan partisipasi dari kelompok masyarakat.

2.3. Mengantisipasi perubahan lingkungan kebijakan

Kebijakan kesehatan berada pada lingkungan yang bersifat  berubah secara dinamis dan cepat. Untuk menghadapi lingkungan yang cepat berubah ini di perlukan tingkat fleksibilitas yang tinggi dari institusi kesehatan serta kmampuan merespons lingkungan secara cepat dan tepat.
     Untuk mengantisipasi lingkungan yang berubah sangat cepat ini kebijakan kesehatan harus selalu di modifikasi sesuai dengan perubahan lingkungan. Untuk mengantisipasi ketidakpastian yang di berikan lingkungan tersebut, kebijakan kesehatan harus di bekali dengan lingkungan sistem dan teknologi informasi yang handal, yaitu sistem informasi yang telah terkomputerisasi dan terkoneksi secara elektonis.
     Desain sistem informasi yang menghubungkan antara daerah secara nasional tersebut adalah Health metric networking (HMN). Disamping itu, untuk menghadapi lingkungan yang berubah, seluruh fungsi organisasi juga harus diperkuat untuk meningkatkan responsivitas. Ada 2 upaya dasar dapat di lakukan untuk mengantisipasi pengaruh perubahan lingkungan terhadap kebijakan, yaitu  :
a.       Buffering,  atau menciptakan cadangan sumber daya untuk mengantisipasi terjadinya gejoak perubahan ingkungan secara drastis yang menyebabkan berkurangnya dukungan sumber daya.
b.      Terus mengamati lingkungan, dan menyiapkan informasi yang akurat mengenai lingkungan setiap saat. Dengan demikian, perubahan lingkungan yang drastis akan terdektesi secara dini, dan akann lebih memudahkan untuk mempersiapkan tindakan antisipasi.
Analisis Risiko Lingkungan Kebijakan
Risiko adalah kemungkinan kerugian, kecelakaan atau hilangnya manfaat yang seharusnya diperoleh. Melalui analisis risiko dapat dipetakan hubungan sebab akibat atau pengaruh kondisi ingkungan terhadap tujuan dan sasaran organisasi. Risiko biasanya muncu dalam aspek manusia, lingkungan hidup, hak milik, keuangan, dan reputasi. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan mengapikasikan manajemen risiko adalah :
a.       Membuat kebijakan menjadi lebih efektif.
b.      Membuat control biaya menjadi lebih baik.
c.       Membuat kebijakan masih lebih sistematis dengan cara memberikan pemahaman yang baik tentang pengaruh lingkungan terhadap kebijakan sehingga dapat menerapkan metedo anaisis kebijakan dengan lebih baik.
d.      Mengurangi gangguan atau kekacauan dalam proses kebijakan.
e.       Penggunaan sumberdaya secara lebih baik.

Lingkungan strategis kebijakan adalah ingkungan yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kebijakan kesehatan untuk mengetahui bagaimana dukungan ingkungan terhadap kebijakan perlu dilakukan analisis apakah lingkungan kebijakan yang ada cukup memberikan dukungan atau kurang memberikan dukungan.
     Analisis lingkungan strategis dilakukan terhadap lingkungan internal kebijakan untuk menilai apakah unsur-unsur dalam  lingkungan internal kebijakan sudah memberikan dukungan yang memadai atau belum terhadap pengembangan kebijakan.
     Cara yang dilakukan adalah dengan memberikan deskripsi mengenai kondisi internal lingkungan terkini. Dan memberikan penilaian dalam bentuk angka 0-4 untuk memberikan penilaian besarnya dukungan yang di berikan lingkungan. Nilai 0 menunjukkan dukungan yang sangat lemah sedangkan nilai 4 menunjukan dukungan yang sangat kuat.
     Langkah pertama dalam menghitung total score adalah dengan menjumlahkan selurhan score item individual dalam satu unit. Sub total di ubah kedalam bentuk rata-rata dengan jumlah yang di hitung dengan score. Prosedur ini menghitung rata-rata score per item yang diberikan score penilaian. Oleh karena itu, item yang tidak mendapatkan score dari responden tidak di reduksi dari total score. Nilai rata-rata ini kemudian di ubah kedalam bentuk persentase dengan membaginya dengan score maksimun yang mungkin terjadi untuk setiap unit. Pendekatan ini menstandardisasi setiap unit pertanyaan item tunggal dalam setiap unit tidak memengaruhi kontribusi terhadap total score. Kemudian dilakukan penjumlahan terhadap seluruh kategori score yang di beri bobot sebagai total PES score akhir disesuaikan kedalam skala 0-100, yang mengindikasikan lingkungan kebijakan yang sempurna. Score untuk item-item ini di anggap rendah ketika nilai rata-rata kurang dari 1,5 dan di anggap tinggi ketika score yang di capai lebih dari 3.
     Proses pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem ada sekian tahap dan unsru yang terlibat dalam penetapannya. Para pelaku kebijakan atau aktor pengembang kebijakan juga tidak terlepas dari nilai-nilai atau kepentingan serta kecenderungan pilihan, baik sebagai pribadi atau mewakili kelompoknya. Demikian pemahaman yang kita dapatkan dari pembahasan di bab-bab sebelumnya. Oleh karena itu tidak ada kebijakan yang dibuat diluar konteksnya. Formulasi dan implementasi kebijakan tidak dapat lepas dari konteks sosial, politik, dan ekonomi yang memengaruhi kebijakan yang dikembangkan serta bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut dalam implementasi. Faktor kontekstual dan lingkungan dapat memberi pengaruh positif atau negative, baik secara peluang maupun hambatan bagi implementasi kebijkan yang efektif (Calista, 1994). Konteks tersebut dapat menjadi kekuatan pendorong bagi pengembangan kebijakan di berbagai tingkat (internasional, nasional, dan local) dan sebaliknya.
     Pembuatan kebijakan sering kali berlangsung  dalam proses panjang dan memakan waktu  yang lama. Sesudah proses itupun, kebijakan itu masih harus diimplementasikan untuk dapat mencapai tujuannya. Pada faktanya, implementasi kebijakan harus berprose meewati perubahan yang tak terelakan dari rezim, struktur pemerintahan, kondisi ekonomi, dan lingkungan sosial. Jika politik ekonomi berubah, konteks kebijakan juga berubah, pada gilirannya akan mempengaruhi aktor-aktor mana yang teribat keputusan kebijakan mana yang dibuat, dan alur proses apa yang digunakan pada berbagai level, termasuk tingkat operasional dan cara bertugas (Bhuyan et al. , 2010). Oleh karena itu pembahasan konteks politik, ekonomi, sosial dan budaya yang memengaruhi  pengembangan kebijakan menjadi penting untuk dipahami oleh semua pengguna kebijakan .
     Pengertian konteks mengacu pada berbagai aspek relevan didunia yang berpengaruh terhadap tindakan dan pilihan kebijakan. Konteks memiliki makna tersendiri bagi kebijakan untuk berbagai alasan yang saling terkait. Pertama, konteks membentuk kemungkinan perubahan misal, terjadinya reformasi kebijakan. Kedua, konteks membentuk posisi dan perspektif organisasi-organisasi dengan kepentingan dalam reformasi kebjikan, sebagai contoh posisi dan perspektif kepala Negara dan dewan perwakilan rakyat menjadi berbeda setelah reformasi terjadi. Ketiga, konteks membentuk keefektifan atau kesesuaian dari  tindakan-tindakan yang berbeda. Dalam beberapa konteks, suatu kebijakan akan menjadi lebih efektif untuk bertindak dengan jalan tertentu ; dikonteks lain, bertindak dengan cara yang sama belum tentu akan efektif (Nash et al., 2006). Konteks mengacu ke faktor sistematis- politik, ekonomi dan sosial; nasional dan internasional- yang mungkin memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan.   Ada banyak cara untuk mengelompokan faktor-faktor tersebut antara lain sebagaimana pengklasifikasian faktor menurut Leichter (1979) sebagai berikut.
a.    Faktor situasional, merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusu yang dapat berdampak pada kebijakan
Hal-hal tersebut sering dikenal sebagai focusing event. Event ini bersifat satu kejadian saja, seperti terjadinya gempa yang menyebabkan perubahan dalam aturan bangunan Rumah Sakit atau terlalu lama perhatian public akan suatu masalah baru Contoh : terjadinya wabah HIV/AIDS memicu ditemukannya pengobatan baru dan kebijakan pengawasan pada TBC karena adanya kaitan di antara kedua penyakit tersebut orang-orang pengidap HIV positif lebih rentan terhadap berbagai penyakit dan TBC dapat dipicu oleh HIV.
b.      Faktor struktural, merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah
Faktor ini meliputi sistem politik , mencakup pula keterbukaan dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan keputusan kebijakan, faktor struktural yang meliputi pula struktur ekonomi dan struktur sosial. Contoh pada saat gaji perawat rendah, sementara perekonomian megalami inflasi, dapat terjadi perpindahan tenaga professional perawat ke sektor wilayah lain dan masih sangat membuthkan dan mampu mengapresiasilebih tinggi jasa perawat. Faktor struktural yang mempengaruhi kebijakan kesehatan suatu masyarakat dalam kondisi demografi atau kemajuan teknologi. Contoh: perubahan teknologi telah meningkatkan jumlah wanita melahirkan dengan oprasi ssar banyak negara. Tingginya pertumbuhanpenduduk usia muda menoron pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan balita dan mendorong semakin berkembangnya teknolog kesehatan anak.
c.       Faktor budaya, dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan
Dalam masyarakat, hirarki menduduki tempat penting sehingga akan sulit untuk bertanya atau menantang pejabat tinggi atau pejabat senior. Kedududkan sebagai minoritas atau perbedaan bahasa dapat menyebabkan kelompok tertentu memiliki informasi yag tidak memadai entang hak-hak mereka, atau menerima layanan yang tidak sesuai dengan butuhan khusus mereka.
d.      Faktor internasional atau eksgenous, yang menyebabkan meningkatkan ketergantungan antarnegara dan mempengaruhi kemandirian dan kerja sama internasional dalam kesehatan.
Meskipun banyak masalah kesehatan berhubungan dengan pemerintahan nasional, sebagiandari maalah itu memerlukan kerjasama organisme tingkat internasional, regional, atau multirateral. Contoh: pemberantasan polio telah dilaksanakan hamper diseluruh dunia melalui gerakan nasional atau regional, kadang dengan bantuan badan internasional seperti WHO. Untuk memperjelas pemahaman tentang konteks, berikut merupakan pertanyan yang mungkin dapat diajukan berkaitan dengan implementasi kebijakan pada actor kebijakan.
e.       Bagaimanapun faktor politik pada tingkat local dan nasional – seperti arah kebijakan dengan kebijakan tingkat lokal dan nasional lain yang relevan, perubahan dalam pemerintahan, dan prioritas yang berbeda pada tingkat lokal dan nasional – mempengaruhi implementasi kebijakan.
f.          Bagaimana faktor sosial pada tingkat local dan nasional, seperti norma gender dan kepecayaan (budaya)- mempengaruhi implementasi kebijakan.
g.         Bagaimana faktor ekonomi pada tigkat local dan nasional, seperti kemiskinan dan mekanisme bantuan global, mempengaruhi implementasi kebjakan. Contoh menarik bagaimana konteks mempengaruhi kbijakan dipaparkan oleh Shiffman dan rekannya (2002) dalam Buse et al (2012). Mereka membandingkan hak reproduksi di Serbia dan Kroasia, yang setelah pemerintahan federal  Yugoslavia terpecah, pemerintah menganjurkan para wanitanya utuk memiliki lebih banyak anak. Anjuran tersebut dilandasi oleh keyakinan para elite ke dua negara bahwa ketahanan nasional sedang diujun tanduk dengan sangat sedikit jumlah populasi. Keyakinan para elite ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pergeseran dari filosofi sosialis mengenai emansipasi wanita ke ideologi yang lebih nasionalis. Faktor yang lain adalah perbandingan yang dibuat oleh kalangan elite antara tingkat kesuburan yang rendah diantara suku Serb di Serbia dan suku Croats di Kroasia, dengan tingkat kesuburan yang lebih tinggi  di kelompok suku lain yang terdapat di dua negara. Untuk memahami bagaimana kebijakan kesehatan berubah atau tidak, dibutuhkan kemampuan untuk mengkaji konteks dimana kebijakan tersebut dibuat dan menilai sejauh mana jenis-jenis konteks tersebut dapat mempengaruhi kebijakan yang dihasilkan.

Konteks Politik Kebijakan

Berikut pernyataan para ahli tentang konteks politik didalam kebijakan :
1)            Wright Mills (1956) dalam bukunya, The Power Elite, mengatakan semua kebijakan besar dan penting ditentukan oleh sekelompok elite individu, yang memiliki kedudukan sangat kuat.
2)            Thomas Dye dan Hermon Ziegler dalam The Irony of Democrazy, dalam Winarno (2007), memberikan suatu ringkasan pemikiran tentang elite bahwa kebijakan public tidak merefleksikan tuntutan-tuntutan massa tetapi nilai-nilai elite yang berlaku.
3)               Gill Walt (1994), meyakini bahwa kebiakan kesehatan disuatu negara sesungguhnya merefleksikan sistem politik yang berlaku dinegara tersebut.
4)               Charlotte Gray (1998), berpendapat bahwa sekian waktu menjelang dilangsungkan pemilu atau pada saat kampanye maka upaya perbaikan sistem kesehehatan, pelayanan kesehatan gratis bermutu, penjaminan obat menjadi mantra yang selalu didengungkan oleh para kadidat, atau juga pemenang kekuasaan yang ingin melanjutkan dan mempertahankan kekuasaannya. Namun jangan heran jika selama musim pemilu, kesehatan kembali menjadi sekedar sehelai kartu pokes dimeja perjudian politik.
     Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan. Terminologi politik kerap dimaknai atau disama artikan dengan kebijakan, dalam bahasa portugis (Walt, 1994) atau Prancis (Iain Crinson, 2009). Jadi, dapat dikatakan bahwa hubungan definisi antara politik dan kebijakan politik sebagai hubngan dua arah yang saling berkaitan, yaitu sebagai proses perumusan dan implementasi kebijakan publik yang berlangsung dalam sebuah sistem politik. Politik menjadi bagian dari kebijakan public dan menyertai proses penetapan dan implementasi kebijakan publik.

     Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan kebijakan, hukum serta undang-undang diwilayah tertentu serta berkaitan dengan pengambilan keputusan yang terdiri dari serangkaian proses dan sistem manajemen atau kepemimpinan. Definisi lain secara resmi dirilis oleh World Bank bahwa pemerintah adalah institusi, struktur dari kewenangan dan yang bekerja sama untuk mengalokasikan sumber daya dan berkoordinasi untuk mengontrol kegiatan-kegiatan dalam masyarakat.
    Politik maupun pemerintah sama-sama berbicara tentang kekuasaan dan kewenangan negara. Politik melibatkan serangkaian proses dimana sekelompok orang dengan opini berbeda berupaya mencapai keputusan kolektif yang diwajibkan berlaku kepada anggota kelompok lain dan dilegitimasikan dalam bentuk kebujkan. Sementara itu, pemerintahan adalah proses pengolahan administrasi kewenangan negara yang merupakan elemen pelaksanaan dan pengaturan kewenangan tersebut.
     Akan sangat naif jika berpikiran bahwa pengembangan kebijakan selalu berlangsung dengan tegas dan rasional. Kerap kali kebijakan dibentuk atas dasar kompromi dari berbagai pelaku politik maupun pemerintahan (Wiessert and Wiessert, 1996). Dengan demikian menjadi jelas bahwa pengembangan kebijakan dalam proses tidak hanya berdasarkan pemikiran secara rasional ataupun hasil pengorbanan administratif, melainkan seringkali bersifat politis, serta memiliki keterkaitan dengan politik, kekuasaan, dan sistem politik. Salah satu contoh pengaruh politik pada kebijakan kesehatan dapat dilihat pada UU. No 32 Tahun 2004 tentang Desentalisasi. Dalam undang-undang tersebut, kesehatan dijadikan sebagai salah satu kewenangan yang didesentralisasikan. Tujuan dari desentralisasi kesehatan menurut undang-undang tersebut adalah agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan efektif, menciptakan pelayanan ke masyarakat yang lebih baik (aspiratif, akomodatif, dan responsif), meningkatkan peluang partisipasi, dan demokratisasi di sektor kesehatan.
      Dalam praktiknya, posisi strategis kesehatan menjadikannya syarat dengan muatan politik. Kekuasaan politik terkosentrasi di ibu kota dan kota-kota besar lainnya jauh meningkatkan wilayah Indonesia bagian Timur, misalnya, termanifestasi di sektor kesehatan. beberapa provinsi yang memiliki tingkat AKB yang tinggi seperti NTB memiliki rasio fasilitas pelayanan dan tenaga kesehatan per 100.000 penduduk yang lebih rendah dibandikan dengan wilayah yang memiliki tingkat AKB yang rendah serta sosioekonomi yang relatif baik (Ayuningtyas, 2011).
     Pelayanan kesehatan seringkali menjadi komoditas pada pertarungan politik, termasuk digunakan untuk menarik suara pemilih (Ayuningtyas, 2011). Penarikan buku bertajuk Saatnya Dunia Berubah!Tangan Tuhan Dibalik Virus Fku Burung- ditulis Mentri Kesehatan periode 2004-2009, Siti Fadhila Supari yang mencoba menguak konspirasi AS dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pengembangan senjata biologi dan virus flu burung. Tak beberapa lama buku tersebut beredar, mendadak ditarik dari peredaran dengan alasan kesalahan tuli/cetak.
     Konteks politik mengacu pada aspek-aspek politik dari lingkungan yang relevan terhadap tindakan yang dilakukan oleh kekuasaan.ini termasuk aspek-aspek, seperti pembagian kekuasaan, berbagai organisasi yang terlibat serta kepentingan mereka, dan peraturan formal dan informal yang mengatur interaksi antara actor yang berbeda. Untuk actor-aktor pembangunan yang mempengaruhi kebijakan, konteks politik menjadi berarti karena dapat menemukan kelayakan, kesesuaian, dan keefektifan dari tindakan-tindakan mereka (odi.org.uk)
     Proses Research and Policy in Development (RAPID) dari ODI  bertujuan untuk meningkatkan pemakaian atau pemanfaatan riset dan bukti-bukti faktual dalam kebijakan yang senantiasa berkembang. Program ini juga mendorong pemanfaatan riset, rekomendasi, dan debat dalam praktik kebijakan.
     Sebagai bagian dari program kerja, RAPID berusaha untuk memahami lebih baik hubungan antara riset dan kebijakan. Salah satu kunci yang ditemukan yang merupakan faktor krusial dalam membentuk hubungan interaksi ini – yang menunjukan sejauh mana bukti berbasis penelitian bias memberi umpan pada proses kebijakan. Kepentigan  RAPID adalah kepraktisan dan didasarkan pada pandangan bahwa pemahaman kompleks politik yang lebih baik – dari dan kemudian meresponnya dengan tepat – maka dapat memungkinkan untuk memaksimalkan kesempatan dalam memaksimalkan kebijakan. Untuk RAPID konteks politik dan dampaknya pada hubungan riset-politik dapat dipahami dalam lima faktor kelompok sebagai berikut:
a)      Konteks politik makro, pemerintahan, masyarakat sipil dan kebebasan politik.
b)      Konteks politik spesifik dari formulasi kebijakan dalam proses kebijakan spesifik
c)      Implementasi dan konteks institusional dalam birokrasi
d)     Menemukan momen-momen emas dalam proses kebijakan
e)      Cara berpikir para pembuat kebijakan.

Konteks Ekonomi dalam Pengembangan Kebijakan

Aspek ekonomi dalam komponen yang penting untuk dipertimbangkan dalam membuat kebijakan kesehatan. salah satu pilar kehidupan manusia, aspek ekonomi sangat mempengaruhi proses kebijakan kesehatan yang dampaknya menyentuh seluruh lapisan masyaakat. Memberi perhatian pada konteks ekonomi dapat membantu untuk memahami dinamika kehidupan ekonomi masyarakat, pemerintahan, dan kekuatan pasar internasional yang berpengaruh pada perencanaan kebijakan, pembangunan dan implementasi kebijakan kesehatan.
     Dinegara-negara berkembang, kondisi perekonomian seperti kurs mata uang, konsumsi makanan, banyaknya pengangguran dan sebagainya sangat mempengaruhi konsumsi kesehatan masyarakat secara signifikan. Sumber daya yang terbatas juga mengakibatkan banyaknya program kesehatan yang gagal dilaksanakan atau tidak berhasil mencapai tujuannya, seperti terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan. masalah akses pelayanan kesehatan ini tidak hanya secara geografis seperti yang dialami masyarakat dipelosok daerah yang sulit menjangkau pelayanan kesehatan di pusat kota, namun pula dapat diartikan dalam konteks keterjangkauan dan kemampuan masyarakat miskin mengakses pelayanan karena  terbatasnya dana. Konsekuensi dari kondisi ini adalah gap harapan  hidup dan kematian antarkelompok menjadi besar.
     Dalam pembangunan kesehatan, faktor ekonomi mempengaruhi kebijakan kesehatan, dan aliran sumber daya. Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, menyebabkan jumlah penduduk miskin di Indonesia semakin bertambah, yaitu mencapai 40% dari jumlah penduduk; 28,5%di antaranya tinggal di daerah urban dan 71,5% tinggal di pedesaan, data tersebut memperlihatkan banyaknya penduduk kota dan desa menjadi miskin. Kondisi ekonomi dan sosial dapat menyebabkan kemampuan membayar (daya beli) penduduk terhadap pelayanan kesehatan turun drastis.
     Padahal, sifat uncertainty atau ketidak pastian dalam pelayanan di bidang kesehatan sama sekali tidak melihat kemampuan ekonomi rakyat karena tidak seorang pun akan tau kapan ia akan butuh pelayanan rumah sakit an berapa biaya yang akan ia keluarkan.

Konteks Sosial dan Budaya dalam Pengembangan Kebijakan

Telah banyak riset yang melaporkan adanya korelasi antara kesehatan dan kebudayaan, baik secara positif maupun negatif. Termasuk pula kebudayaan atau gaya hidup serta sikap hidup masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam proses kebijakan kesehatan. perilaku konsumtif dan kejahatan korupsi di masyarakat negara berkembang diyakini pula berpengaruh terhadap evektifitas pengembangan kebijakan kesehatan. Beberapa organisasi seperti Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), dan lembaga transparansi internasional telah menyoroti korupsi dan dampaknya terhadap proses kebijakan di negara-negara berkembang (Khan et al., 2006). Masalah sosial dan kebudayaan masyarakat serta pemerintah yang akhirnya mempengaruhi keberpihakan pada aspek kesehatan dalam penentuan keputusan ataupun kebijakan. Dengan kata lain, konteks sosial dan budaya secara langsung atau tidak mempengaruhi kebijakan kesehata disuatu negara.
     Komponen yang terkait dengan  konteks sosial dan budaya dalam kebijakan kesehatan adalah: pendidikan, letak geografis, pekerjaan, hubungan antar masyarakat, gender, agama, etis, adat istiadat, norma sosial dan norma budaya. Karena kebijakan kesehatan sangat terkait dengan masyarakat yang merupakan target sasaran kebijakan kesehatan, maka aspek sosial tidak dapat dilepaskan dari kebijakan kesehatan.
     Berbagai permasalahan dalam sektor kesehatan tidak selalu dapat ditangani dengan baik karena kurangnya pendekatan sosial dan budaya dalam kebijakan kesehatan. sebagai contoh kasus kematian ibu melahirkan, salah satu penyebab adalah keterlambatan mengambil keputusan dalam meruju ibu bersalin ke fasilitas pelayanan kesehatan. hal ini sering kali berhubungan dengan faktor budaya dalam beberapa kelompok masyarakat kita dimana wanita belum memiliki kesetaraan dalam proses pengambilan keputusan termasuk keputusan yang berkaitan dengan kesehatan bahkan keselamatan sendiri. Selain itu, permasalahan kekurangan gizi padaibu hamil juga disebabkan oleh pemahaman dan nilai-nilai tentang posisi diri dan kurangnya pengetahuan gizi yang menyebabkan wanita megorbankan kebutuhan kesehatannya untuk kesehatan anggota keluarga lainnya.
     Kearifan lokal masyarakat setempat  dapat diubah dengan penekatan persusif seperti yang dilakukan oleh bidan-bidan di daerah terpencil. Sebagai contoh dapat dilihat dari penigkatan peran ketua adat dan Banjaran di Kabupaten Badung Bali dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Kepala adat dan Banjaran dalam masyarakat Badung memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat dan mampu menggerakan masyarakat. Selain itu adalah keberadaan dokter obstetri ginekolog sosial yang melakukan pendekatan sosial yang melakukan pendekatan sosial dalam menangani kasus ibu hamil dengan resiko tinggi. Demikian contoh pemanfaatan pengaruh bupati untuk mengubah kebiasaan masyarakat menggunakan jasa dukun bayi dalam melayani persalinan dan beralih ke fasilitas kesehatan.

BAB III

PENUTUP




3.1. Kesimpulan

1.      Perencanaan dan implementasi harus berproses melewati perubahan yang tak terelakkan dari rezim, struktur pemerintahan, kondisi ekonomi, dan lingkungan sosial, atau yang disebut pula konteks dan kebijakan.
2.      Konteks memiliki makna tersendiri bagi kebijakan antara lain dalam membentuk a) kemungkinan perubahan para arah kebijakan; b) posisi dan prespektif organisasi-organisasi dengan kepentingan dalam reformasi kebijakan; c) keefektifan atau kesesuaian dari tindakan-tindakan yang berbeda.
3.      Konteks dalam kebijakan meliputi konteks politik, ekonomi, sosial, buadaya.
4.      Keterkaitan antara konteks politik dengan kebijakan public saling dapat dilihat dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan public yang berlagsung dalam sebuah sistem politik atau pengaruh politik elite yang terlibat didalamnya.
5.      Keterkaitan antara konteks ekonomi dengan kebijakan public dapat dilihat dari pengaruh ekonomi makro yang mempengaruhi prioritas dalam penetapan opsi-opsi kebijakan yang ada serta seberapa banyak sumber daya yang dapat dialokasikan dalam implementasi kebijakan tertentu atau sebaliknya, seberapa besar pengaruh terhadap kebijakan dalam kestabilan ekonomi suatu negara dan seterusnya. Hal ini juga berlaku pada kebijakan kesehatan serta bagian dari kebijakan publik.
Keterkaitan antara konteks sosial budaya dengan kebijakan kesehatan dapat berupah pengaruh kebudayaan atau gaya hidup sera sikap masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam proses kebijakan kesehatan. karena kebijakan kesehatan sangat berkaitan dengan masyarakat yang merupakan target sasaran kebijakan kesehatan, maka aspek sosial tidak dapat dilepaskan dari kebijakan kesehatan.

3.2. Saran

Untuk menghadapi lingkungan yang cepat berubah secara dinamis ini disarankan agar tingkat fleksibiltas yang tinggi dari institusi kesehatan serta kemampuan merespon lingkungan dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Untuk mengantisipasi lingkungan yang berubah sangat cepat ini kebijakan kesehatan harus selalu di modifikasi sesuai dengan perubahan lingkungan,sosial budaya dan ekonomi. Untuk mengantisipasi ketidakpastian yang diberikan lingkungan tersebut kebijakan kesehatan harus dibekali dengan dukungan sekitar yang ada.



















DAFTAR PUSTAKA



Ayuningtyas, Dumila. 2014. Kebijakan Kesehatan : Prinsip Dan Praktek. Jakarta:
   PT RajaGrafindo Persada
FKM UI. 2007. Modul 3 Kebijakan Kesehatan “Analisis Lingkungan Kebijakan”.
   Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Hann, Alison. 2007. Health and Politics. United Kingdom: Ashgate Publishing
   Company
Robinson, R. Evans, D., and Exworthy, M. 2000. Health And Economy. Institude
   for Health Policy Studies: University of Southampton

 www.medkes.net
www. fkmunsrat.ac.id



















LAMPIRAN



Pertanyaan dan Jawaban
1.      Berdasarkan jenisnya lingkungan kebijakan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, bagian manakah yang terpenting? (Gritari Kereh)
Semua jenis jenis lingkungan kebijakan penting karena mempunyai bagiannya masing-masing yang juga saling terhubung dan mempengaruhi. Seperti halnya keumpamaan dalam satu tubuh terdiri dari beberapa jenis organ kita tidak bias memilh mana yang terpenting karena organ yang satu tidak dapat berfungsi dengan baik jika salah satu organ yang lain bermasalah.
2.      Mengapa lingkungan kebijakan lebih tepat ditempatkan di luar segitiga sistem kebijakan? (Arif Mamondol)
Sebagaimana terminologi sistem pada umumnya, yang menempatkan input-proses-output pada satu garis yang sama di dalam ruang lingkup unsur lingkungan kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem dengan ada factor lingkungan yang memengaruhi. Penggunaan istilah lingkungan kebijakan akan lebih tepat jika digunakan saat melakukan analisis kebijakan yang menempatkan lingkungan sebagai pengaruh eksternal yang memengaruhi keberhasilan suatu kebijakan kesehatan nantinya atau sebagai alasan ketidakberhasilan suatu kebijakan kesehatan saat diimplementasikan.
3.      Apa yang dimaksud dari pernyataan tidak ada kebijakan yang dibuat diluar konteksnya? (Windy Lohige)
Karena formulasi dan implementasi kebijakan tidak dapat lepas dari konteks sosial, politik, dan ekonomi yang memengaruhi kebijakan yang dikembangkan serta bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut dalam implementasi.

4.      Mengapa kelembagaan sektor kesehatan berada pada sebuah sistem yang terbuka yang di sebut sistem pelayanan kesehatan? (Ranny Bawental)
Karena kelembagaan sector memiliki dukungan dari ligkungannya, seperti dukungan lembaga legislatif, masyarakat, atau organisasi pemerintah pada sektor lainnya sangat diperlukan
5.      Berikan contoh dan alasan mengapa faktor budaya dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan? (Mariska Wondal)
Dalam suatu kebijakan kesehatan tentunya budaya dapat mempengaruhi sebuah kebijakan kesehatan seperti contoh karena kuatnya suatu pengaruh budaya mengakibatkan terhambatnya jalan proses suatu kebijakan seperti sesorang lebih mempercayai dukun dalam melakukan persalinan dibandingkan bidan dan dokter.
6.      Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan kebijakan, menurut kelompok bagaimana peran pemerintah saat ini yang menggunakan kekuasaannya dalam membuat kebijakan? Apakah sudah baik? (Yuliana Salmon)
Pemerintah saat ini sudah memulai melakukan kebijakan dengan baik dapat dilihat dalam program-program yang disusun presiden sekarang dalam pembangunan di Indonesia, walaupun belum terlalu terlihat jelas namun itu juga tetap akan berjalan dengan baik jika ada peran dari kita juga dalam mendukung kebijakan itu dapat berjalan dengan baik.
7.      Mengapa konteks politik, ekonomi, sosial dan budaya penting untuk dipahami? (Frencilia Derek)
Pengertian konteks mengacu pada berbagai aspek relevan didunia yang berpengaruh terhadap tindakan dan pilihan kebijakan. Konteks memiliki makna tersendiri bagi kebijakan untuk berbagai alasan yang saling terkait. Pertama, konteks membentuk kemungkinan perubahan misal, terjadinya reformasi kebijakan. Kedua, konteks membentuk posisi dan perspektif organisasi-organisasi dengan kepentingan dalam reformasi kebjikan, sebagai contoh posisi dan perspektif kepala Negara dan dewan perwakilan rakyat menjadi berbeda setelah reformasi terjadi. Ketiga, konteks membentuk keefektifan atau kesesuaian dari tindakan-tindakan yang berbeda. Dalam beberapa konteks, suatu kebijakan akan menjadi lebih efektif untuk bertindak dengan jalan tertentu ; dikonteks lain, bertindak dengan cara yang sama belum tentu akan efektif (Nash et al., 2006). Konteks mengacu ke faktor sistematis- politik, ekonomi dan sosial; nasional dan internasional- yang mungkin memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan.
8.      Dalam pembangunan kesehatan, faktor ekonomi mempengaruhi kebijakan kesehatan, bagaimana jika  permasalahan ekonomi terus terjadi apakah tidak akan ada pembangunan? (Widad Syawie)
Pembangunan akan terus berjalan walaupun ditengah-tengah permasalahan ekonomi yang ada seperti contoh negara kita mempunyai banyak hutang salah satu factornya adalah untuk membiayayai pembangunan yang ada, pembangunan tidak boleh terhenti karena perkembangan jaman yang terus berganti yang harus diantipasikan adalah menghindari pembangunan kearah yang salah atau pembangunan yang hanya sia-sia karena itu akan lebih memperburuk permasalahan ekonomi yang ada.
9.      Proses pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem ada sekian tahap dan unsur yang terlibat dalam penetapannya. Unsur seperti apa yang terlibat? (Radha Gobel)
Para pelaku kebijakan atau aktor pengembang kebijakan juga tidak terlepas dari nilai-nilai atau kepentingan serta kecenderungan pilihan, baik sebagai pribadi atau mewakili kelompoknya.
10.  Bagaimana jika buffering tidak berfungsi dalam mengantisipasi pengaruh perubahan lingkungan terhadap kebijakan? (Stefanus M)
Dengan mengambil langkah kedua yaitu dengan terus mengamati lingkungan, dan menyiapkan informasi yang akurat mengenai lingkungan setiap saat. Dengan demikian, perubahan lingkungan yang drastis akan terdektesi secara dini, dan akann lebih memudahkan untuk mempersiapkan tindakan antisipasi.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah Administrasi Pembangunan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berbicara tentang administrasi pembangunan kesehatan, sebenarnya belum ada literatur khusus yang memb...