KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa karena
berkat rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah analysis
kebijakan kesehatan dengan Judul Analisis lingkungan dan konteks politik,
Ekonomi sosial, dan budaya pada pengembangan kebijakan kesehatan. Adapun
tujuan dari penulisan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah analysis
kebijakan kesehatan.
Keberhasilan
kami menyelesaikan Makalah ini adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak serta keteguhan hati kami, meskipun banyak hambatan yang di hadapi oleh
kami, namun semua menjadi pelajaran dan pengalaman yang berkesan. Dalam
kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas dorongan dan bantuan yang diterima oleh kami sampai dengan
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu saran dan kritik yang
membangun, sangat kami harapkan dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini.
Harapan kami semoga Penyusunan makalah ini diterima
dan dimengerti serta bermanfaat bagi kami khususnya untuk Pembaca.
Manado, 02 Oktober 2017
Kelompok
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses pengembangan dan implementasi kebijakan
kesehatan dipengaruhi oleh berbagai konteks atau faktor serta lingkungan dari
kebijakan tersebut berada. Para aktor atau pelaku kebijakan yang terlibat juga
tak lepas dari pengaruh konteks dan lingkungan yang mempengaruhi nilai-nilai,
pilihan atau kepentingannya. Dengan demikian, lingkungan dan konteks yang
menyertai kebijakan kesehatan menjadi unsur yang selalu dipertimbangkan dalam
menilai atau mrnganalisis kebijakan kesehatan.
Dalam segitiga sistem kebijakan
yang dikembangkan Dun (1994), unsur lingkungan menjadi satu unsur diantara
unsur segitiga lainnya: aktor kebijakan dan konten kebijakan yang saling
memengaruhi. Dalam terminologi segitiga kebijakan kesehatan yang dikembangkan
Walt dan Gilson (1994) aspek lingkungan dimaknai sebagai konteks. Kedua istilah
tersebut memiliki peran yang hampir sama, yaitu memberi pengaruh dalam sistem
dan kebijakan kesehatan, akan tetapi berbeda dalam hal penggunaan atau cara
pandangnya di dalam suatu analisis kebijakan kesehatan. Untuk memudahkan
pemahaman antara kedua istilah tersebut maka penulis mencoba menggambarkannya
dalam bagan berikut.Istilah lingkungan kebijakan lebih tepat ditempatkan di
luar segitiga sistem kebijakan sebagaimana terminologi sistem pada umumnya,
yang menempatkan input-proses-output pada sat ugaris yang sama di dalam ruang
lingkup unsur lingkungan. Pemahaman ini juga mengacu pada sistem penetapan
kebijakan yang dikemukakan oleh Easton, yaitu bagaimana proses formulasi
kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem dengan ada factor lingkungan yang
memengaruhi. Penggunaan istilah lingkungan kebijakan akan lebih tepat jika
digunakan saat melakukan analisis kebijakan yang menempatkan lingkungan sebagai
pengaruh eksternal yang memengaruhi keberhasilan suatu kebijakan kesehatan
nantinya atau sebagai alasan ketidakberhasilan suatu kebijakan kesehatan saat
diimplementasikan. Misalnya, kebijakan persalinan oleh tenaga kesehatan tidak
berjalan karena adanya kepercayaan masyarakat yang lebih besar kepada dukun dan
terbatasnya anggaran untuk menempatkan bidan desa di daerah-daerah pelosok.
Bagaimanapun, kebijakan kesehatan tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial
di mana kebijakan kesehatan tersebut diimplementasikan.
Adapun konteks
kebijakan memiliki pengertian yang saling mendukung dan melengkapi dengan
lingkungan. Istilah konteks kebijakan lebih tepat ketika digunakan saat membuat
analisis kebijakan, tetapi dengan “kacamata” bidang atau sektor lain. Misal,
dari konteks ekonomi, kebijakan kesehatan berupa imunisasi polio akan
menguntungkan karena dinilai sebagai investasi jangka panjang mengingat akibat
ekonomi yang ditimbulkan dari penyakit polio yang jauh lebih besar. Ketika
terjadi endemi polio maka negara akan kehilangan tenaga produktif dari yang seharusnya
(anak yang terkena polio, yang berdampak pada kelumpuhan, akan mengurangi
tenaga produktif di negara sehingga dapat mengurangi pendapatan perkapita, dan
seterusnya). Hasil analisis kebijakan akan menjadi berbeda-beda ketika dilihat
dari konteks yang berbeda pula.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas maka disusun rumusan masalah, yaitu:
1. Apa saja lingkungan kebijakan?
2. Bagaimana mengantisipasi perubahan
lingkungan kebijakan?
1.3. Tujuan
Berdasarkan materi bahasan tentang “Analisis Lingkungan dan
Konteks Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pada Pengembangan Kebijakan
Kesehatan” sehingga tujuan penulisan makalah terbagi atas 2, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Adapun tujuan umum, yaitu memenuhi tanggungjawab sebagai
mahasiswa Semester 5 Fakultas Kesehatan Masyarakat untuk mengerjakan tugas dari
dosen yang bersangkutan pada mata kuliah Analisis Kebijakan Kesehatan.
Sedangkan tujuan khusus, yaitu :
1. Untuk mengetahui dan
memahami lingkungan kebijakan, serta
2. Untuk mengetahui dan
memahami bagaiman mengantisipasi perubahan lingkungan kebijakan
BAB II
ISI
2.1. Lingkungan Dan
Konteks Politik, Ekonomi, Sosial, Dan Budaya Pada
Pengembangan
Kebijakan Kesehatan
Proses
pengembangan dan implementasi kebijakan kesehatan di pengaruhi oleh berbagai
konteks atau faktor serta lingkungan dari kebijakan tersebut berada. Para aktor
atau pelaku kebijakan yang terlibat juga tak lepas dari pengaruh konteks dan
lingkungan yang mempengaruhi nilai-nilai, pilihan atau kepentingannya. Dengan
demikian, lingkungan dan konteks yang menyertai kebijakan kesehatan menjadi
unsur yang selalu dipertimbangkan dalam menilai atau menganalisis kebijakan
kesehatan.
Istilah
lingkungan dan konteks dalam kebijakan kesehatan telah di singgung sebelumnya
pada bab pengembangan kebijakan. Dalam segitiga sistem kebijakan yang di
kembangkan Dunn (1994), unsur lingkungan menjadi satu unsur di antara unsur
segitiga kebijakan lainnya: aktor kebijakan dan konten kebijakan yang saling
memengaruhi. Dalam terminology segitiga kebijakan kesehatan yang di kembangkan
Walt dan Gilson (1994) aspek lingkungan dimaknai sebagai konteks. Kedua istilah
tersebut memiliki peran yang hampir sama, yaitu memberi pengaruh dalam sistem
dan kebijakan kesehatan. Untuk memudahkan pemahaman antara kedua istilah
tersebut penulis mencoba menggambarkannya dalam bagan berikut
Istilah lingkungan kebijakan lebih tepat
ditempatkan di luar segitiga sistem kebijakan sebagaimana terminologi sistem
pada umumnya, yang menempatkan input-proses-output pada satu garis yang sama di
dalam ruang lingkup unsur lingkungan. Pemahaman ini juga mengacu pada sistem
penetapan kebijakan yang di kemukakan oleh Easton, yaitu bagaimana proses
formulasi kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem dengan ada faktor
lingkungan yang memengaruhi. Penggunaan istilah lingkungan kebijakan akan lebih
tepat jika digunakan saat melakukan analisis kebijakan yang menempatkan
lingkungan sebagai pengaruh eksternal yang memengaruhi keberhasilan suatu
kebijakan kesehatan nantinya atau sebagai “alasan” ketidakberhasilan suatu
kebijakan kesehatan saat diimplementasikan. Misalnya, kebijakan persalinan oleh
tenaga kesehatan tidak berjalan karena adanya kepercayaan masyarakat yang lebih
besar pada dukun dan terbatasnya anggaran untuk menempatkan bidan desa di
daerah-daerah pelosok. Bagaimanapun, kebijakan kesehatan tidak dapat terlepas
dari lingkungan social di mana kebijakan kesehatan tersebut diimplementasikan.
Adapun konteks kebijakan memiliki
pengertian yang saling mendukung dan melengkapi dengan lingkungan. Istilah
konteks kebijakan lebih tepat ketika digunakan saat membuat analisis kebijakan,
tetapi dengan “kacamata” bidang atau sektor lain. Misal, dari konteks ekonomi,
kebijakan kesehatan berupa imunisasi polio akan menguntungkan karena di nilai
sebagai investasi jangka panjang mengingat akibat ekonomi yang di timbulkan
dari penyakit polio yang jauh lebih besar. Ketika terjadi endemi polio maka
Negara akan kehilangan tenaga produktif dari yang seharusnya (anak yang terkena
polio, yang berdampak pada kelumpuhan, akan mengurangi tenaga produktif di
Negara sehingga dapat mengurangi per kapita, dan seterusnya). Hasil analisis
kebijakan akan menjadi berbeda-beda ketika dilihat dari konteks yang berbeda
pula. Untuk selengkapnya, berikut penjelasan mengenai lingkungan kebijakan
kesehatan dan konteks politik, ekonomi, dan social budaya dalam kebijakan
kesehatan.
2.2. Lingkungan
Kebijakan
Kelembagaan
sektor kesehatan berada pada sebuah sistem yang terbuka yang di sebut sistem
pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, sektor kesehatan tidak berdiri sendiri
dalam menjalankan kebijakannya. Dukungan dari ligkungannya, seperti dukungan
lembaga legislatif, masyarakat, atau organisasi pemerintah pada sektor lainnya
sangat diperlukan. Berdasarkan jenisnya, lingkungan kebijakan dapat di
kelompokkan menjadi :
1.
Lingkungan Politik
Proses
dan struktur politik turut serta memengaruhi instrumen dan proses kebijakan
kesehatan. Lingkungan politik terbagi atas suprastruktur politik terdiri dari
eksekutif, legislatif, dan judikatif, sedangkan lingkungan infrastruktur
politik terdiri kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan secara langsung
atau tidak langsung terhadap kebijakan, yang kemudian bisa saja menjadi
kelompok penekan perubahan kebijakan.
2. Lingkungan Sosial
Faktor-faktor
sosial, seperti struktur sosial , kondisi sosial, dan interaksi sosial
memengaruhi instrumen dan proses kebijakan kesehatan.
3.
Lingkungan Administrasi
Sistem
birokrasi yang memengaruhi instrumen dan proses kebijakan kesehatan. Dalam hal
ini seluruh kegiatan pemerintahan
diselenggarakan baik secara internal maupun yang berkaitan dengan interaksinya
dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan public.
4.
Lingkungan Ekonomi
Lingk
ungan kebijakan yang berkaitan dengan kondisi perekonomian dan faktor-faktor
produksi (modal dan sumber daya lainnya) memengaruhi instrumen dan proses
kebijakan kesehatan.
5. Lingkungan Demografis
Lingkungan
kondisi dan struktur demografi sebuah wilayah yang memengaruhi instrument dan
proses kebijakan kesehatan.
6. Lingkungan Geografis
Lingkungan
kebijakan yang di batasi oleh batas-batas geografis wilayah yang memengaruhi
instrument dan proses kebijakan kesehatan
7.
Lingkungan Budaya
Unsur-unsur budaya seperti nilai, etika, dan tradisi yang
berkembang dalam masyarakat yang memengaruhi instrument dan proses kebijakan
kesehatan.
Setiap jenis lingkungan yang di sebutkan
di atas memiliki pengaruh yang besar, terutama dalam membentuk konteks
kebijakan. Pengaruh yang di berikan berbeda-beda tergantung dengan seberapa
besar permasalahan kebijakan itu berkaitan dengan setiap jenis lingkungan.
Sering kali kebijakan kesehatan terhambat
oleh faktor-faktor lingkungan seperti lingkungan politik, kondisi geografis
seperti ketersediaan alam yang kurang mendukung, perubahan iklim yang sangat
ekstrim, atau masalah budaya seperti pemahaman gender dalam pembangunan
kesehatan.
Contohnya, dalam penanganan kasus anemia
pada ibu hamil setelah dirunut ternyata kondisi
anemia tersebut merupakan akumulasi dari anemia yang di derita sejak
masa kanak-kanak dan remaja. Contoh lain, setelah dirunut ternyata perbedaan
perlakuan antara anak perempuan dengan anak lelaki pada berbaga daerah termasuk
dalam pola asuh dan pola pemberian makanan yang menjadi permasalahan.
Berdasarkan kenyataan tersebut pendekatan kebijakan yang di gunakan harus
menyentuh perubahan pemahaman berbasis gender terhadap pola asuh, pola didik,
dan pola pemberian makanan kepada masyarakat kelompok sasaran. Selain itu,
instrumen kebijakan yang dibuat harus melibatkan partisipasi dari kelompok
masyarakat.
2.3. Mengantisipasi
perubahan lingkungan kebijakan
Kebijakan
kesehatan berada pada lingkungan yang bersifat
berubah secara dinamis dan cepat. Untuk menghadapi lingkungan yang cepat
berubah ini di perlukan tingkat fleksibilitas yang tinggi dari institusi
kesehatan serta kmampuan merespons lingkungan secara cepat dan tepat.
Untuk mengantisipasi lingkungan yang berubah
sangat cepat ini kebijakan kesehatan harus selalu di modifikasi sesuai dengan
perubahan lingkungan. Untuk mengantisipasi ketidakpastian yang di berikan
lingkungan tersebut, kebijakan kesehatan harus di bekali dengan lingkungan
sistem dan teknologi informasi yang handal, yaitu sistem informasi yang telah
terkomputerisasi dan terkoneksi secara elektonis.
Desain sistem informasi yang menghubungkan
antara daerah secara nasional tersebut adalah Health metric networking (HMN). Disamping
itu, untuk menghadapi lingkungan yang berubah, seluruh fungsi organisasi juga
harus diperkuat untuk meningkatkan responsivitas. Ada 2 upaya dasar dapat di
lakukan untuk mengantisipasi pengaruh perubahan lingkungan terhadap kebijakan,
yaitu :
a. Buffering, atau menciptakan
cadangan sumber daya untuk mengantisipasi terjadinya gejoak perubahan ingkungan
secara drastis yang menyebabkan berkurangnya dukungan sumber daya.
b. Terus
mengamati lingkungan, dan menyiapkan informasi yang akurat mengenai lingkungan
setiap saat. Dengan demikian, perubahan lingkungan yang drastis akan terdektesi
secara dini, dan akann lebih memudahkan untuk mempersiapkan tindakan
antisipasi.
Analisis
Risiko Lingkungan Kebijakan
Risiko
adalah kemungkinan kerugian, kecelakaan atau hilangnya manfaat yang seharusnya
diperoleh. Melalui analisis risiko dapat dipetakan hubungan sebab akibat atau
pengaruh kondisi ingkungan terhadap tujuan dan sasaran organisasi. Risiko
biasanya muncu dalam aspek manusia, lingkungan hidup, hak milik, keuangan, dan
reputasi. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan mengapikasikan manajemen
risiko adalah :
a. Membuat
kebijakan menjadi lebih efektif.
b. Membuat
control biaya menjadi lebih baik.
c. Membuat
kebijakan masih lebih sistematis dengan cara memberikan pemahaman yang baik tentang
pengaruh lingkungan terhadap kebijakan sehingga dapat menerapkan metedo anaisis
kebijakan dengan lebih baik.
d. Mengurangi
gangguan atau kekacauan dalam proses kebijakan.
e. Penggunaan
sumberdaya secara lebih baik.
Lingkungan
strategis kebijakan adalah ingkungan yang memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap kebijakan kesehatan untuk mengetahui bagaimana dukungan ingkungan
terhadap kebijakan perlu dilakukan analisis apakah lingkungan kebijakan yang
ada cukup memberikan dukungan atau kurang memberikan dukungan.
Analisis lingkungan strategis dilakukan
terhadap lingkungan internal kebijakan untuk menilai apakah unsur-unsur
dalam lingkungan internal kebijakan sudah
memberikan dukungan yang memadai atau belum terhadap pengembangan kebijakan.
Cara yang dilakukan adalah dengan
memberikan deskripsi mengenai kondisi internal lingkungan terkini. Dan
memberikan penilaian dalam bentuk angka 0-4 untuk memberikan penilaian besarnya
dukungan yang di berikan lingkungan. Nilai 0 menunjukkan dukungan yang sangat
lemah sedangkan nilai 4 menunjukan dukungan yang sangat kuat.
Langkah pertama dalam menghitung total
score adalah dengan menjumlahkan selurhan score item individual dalam satu
unit. Sub total di ubah kedalam bentuk rata-rata dengan jumlah yang di hitung
dengan score. Prosedur ini menghitung rata-rata score per item yang diberikan
score penilaian. Oleh karena itu, item yang tidak mendapatkan score dari
responden tidak di reduksi dari total score. Nilai rata-rata ini kemudian di
ubah kedalam bentuk persentase dengan membaginya dengan score maksimun yang
mungkin terjadi untuk setiap unit. Pendekatan ini menstandardisasi setiap unit
pertanyaan item tunggal dalam setiap unit tidak memengaruhi kontribusi terhadap
total score. Kemudian dilakukan penjumlahan terhadap seluruh kategori score
yang di beri bobot sebagai total PES score akhir disesuaikan kedalam skala
0-100, yang mengindikasikan lingkungan kebijakan yang sempurna. Score untuk
item-item ini di anggap rendah ketika nilai rata-rata kurang dari 1,5 dan di
anggap tinggi ketika score yang di capai lebih dari 3.
Proses pengembangan kebijakan berlangsung
sebagai sebuah sistem ada sekian tahap dan unsru yang terlibat dalam
penetapannya. Para pelaku kebijakan atau aktor pengembang kebijakan juga tidak
terlepas dari nilai-nilai atau kepentingan serta kecenderungan pilihan, baik
sebagai pribadi atau mewakili kelompoknya. Demikian pemahaman yang kita
dapatkan dari pembahasan di bab-bab sebelumnya. Oleh karena itu tidak ada
kebijakan yang dibuat diluar konteksnya. Formulasi dan implementasi kebijakan
tidak dapat lepas dari konteks sosial, politik, dan ekonomi yang memengaruhi
kebijakan yang dikembangkan serta bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut dalam
implementasi. Faktor kontekstual dan lingkungan dapat memberi pengaruh positif
atau negative, baik secara peluang maupun hambatan bagi implementasi kebijkan
yang efektif (Calista, 1994). Konteks tersebut dapat menjadi kekuatan pendorong
bagi pengembangan kebijakan di berbagai tingkat (internasional, nasional, dan
local) dan sebaliknya.
Pembuatan kebijakan sering kali
berlangsung dalam proses panjang dan
memakan waktu yang lama. Sesudah proses
itupun, kebijakan itu masih harus diimplementasikan untuk dapat mencapai
tujuannya. Pada faktanya, implementasi kebijakan harus berprose meewati
perubahan yang tak terelakan dari rezim, struktur pemerintahan, kondisi
ekonomi, dan lingkungan sosial. Jika politik ekonomi berubah, konteks kebijakan
juga berubah, pada gilirannya akan mempengaruhi aktor-aktor mana yang teribat
keputusan kebijakan mana yang dibuat, dan alur proses apa yang digunakan pada
berbagai level, termasuk tingkat operasional dan cara bertugas (Bhuyan et al. ,
2010). Oleh karena itu pembahasan konteks politik, ekonomi, sosial dan budaya
yang memengaruhi pengembangan kebijakan
menjadi penting untuk dipahami oleh semua pengguna kebijakan .
Pengertian konteks mengacu pada berbagai
aspek relevan didunia yang berpengaruh terhadap tindakan dan pilihan kebijakan.
Konteks memiliki makna tersendiri bagi kebijakan untuk berbagai alasan yang
saling terkait. Pertama, konteks membentuk kemungkinan perubahan misal,
terjadinya reformasi kebijakan. Kedua, konteks membentuk posisi dan perspektif
organisasi-organisasi dengan kepentingan dalam reformasi kebjikan, sebagai
contoh posisi dan perspektif kepala Negara dan dewan perwakilan rakyat menjadi
berbeda setelah reformasi terjadi. Ketiga, konteks membentuk keefektifan atau
kesesuaian dari tindakan-tindakan yang
berbeda. Dalam beberapa konteks, suatu kebijakan akan menjadi lebih efektif
untuk bertindak dengan jalan tertentu ; dikonteks lain, bertindak dengan cara
yang sama belum tentu akan efektif (Nash et al., 2006). Konteks mengacu ke
faktor sistematis- politik, ekonomi dan sosial; nasional dan internasional-
yang mungkin memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan. Ada banyak cara untuk mengelompokan faktor-faktor
tersebut antara lain sebagaimana pengklasifikasian faktor menurut Leichter
(1979) sebagai berikut.
a. Faktor
situasional, merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusu yang dapat
berdampak pada kebijakan
Hal-hal tersebut sering
dikenal sebagai focusing event. Event ini bersifat satu kejadian saja, seperti
terjadinya gempa yang menyebabkan perubahan dalam aturan bangunan Rumah Sakit
atau terlalu lama perhatian public akan suatu masalah baru Contoh : terjadinya
wabah HIV/AIDS memicu ditemukannya pengobatan baru dan kebijakan pengawasan
pada TBC karena adanya kaitan di antara kedua penyakit tersebut orang-orang
pengidap HIV positif lebih rentan terhadap berbagai penyakit dan TBC dapat
dipicu oleh HIV.
b. Faktor
struktural, merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah
Faktor
ini meliputi sistem politik , mencakup pula keterbukaan dan kesempatan bagi
warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan keputusan kebijakan,
faktor struktural yang meliputi pula struktur ekonomi dan struktur sosial.
Contoh pada saat gaji perawat rendah, sementara perekonomian megalami inflasi,
dapat terjadi perpindahan tenaga professional perawat ke sektor wilayah lain
dan masih sangat membuthkan dan mampu mengapresiasilebih tinggi jasa perawat.
Faktor struktural yang mempengaruhi kebijakan kesehatan suatu masyarakat dalam
kondisi demografi atau kemajuan teknologi. Contoh: perubahan teknologi telah
meningkatkan jumlah wanita melahirkan dengan oprasi ssar banyak negara.
Tingginya pertumbuhanpenduduk usia muda menoron pemerintah untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan balita dan mendorong semakin berkembangnya teknolog
kesehatan anak.
c. Faktor
budaya, dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan
Dalam masyarakat, hirarki menduduki tempat penting
sehingga akan sulit untuk bertanya atau menantang pejabat tinggi atau pejabat
senior. Kedududkan sebagai minoritas atau perbedaan bahasa dapat menyebabkan
kelompok tertentu memiliki informasi yag tidak memadai entang hak-hak mereka,
atau menerima layanan yang tidak sesuai dengan butuhan khusus mereka.
d. Faktor
internasional atau eksgenous, yang menyebabkan meningkatkan ketergantungan
antarnegara dan mempengaruhi kemandirian dan kerja sama internasional dalam
kesehatan.
Meskipun
banyak masalah kesehatan berhubungan dengan pemerintahan nasional, sebagiandari
maalah itu memerlukan kerjasama organisme tingkat internasional, regional, atau
multirateral. Contoh: pemberantasan polio telah dilaksanakan hamper diseluruh
dunia melalui gerakan nasional atau regional, kadang dengan bantuan badan
internasional seperti WHO. Untuk memperjelas pemahaman tentang konteks, berikut
merupakan pertanyan yang mungkin dapat diajukan berkaitan dengan implementasi
kebijakan pada actor kebijakan.
e. Bagaimanapun
faktor politik pada tingkat local dan nasional – seperti arah kebijakan dengan
kebijakan tingkat lokal dan nasional lain yang relevan, perubahan dalam
pemerintahan, dan prioritas yang berbeda pada tingkat lokal dan nasional –
mempengaruhi implementasi kebijakan.
f.
Bagaimana faktor sosial pada tingkat
local dan nasional, seperti norma gender dan kepecayaan (budaya)- mempengaruhi
implementasi kebijakan.
g.
Bagaimana faktor ekonomi pada tigkat
local dan nasional, seperti kemiskinan dan mekanisme bantuan global, mempengaruhi
implementasi kebjakan. Contoh menarik bagaimana konteks mempengaruhi kbijakan
dipaparkan oleh Shiffman dan rekannya (2002) dalam Buse et al (2012). Mereka membandingkan hak reproduksi di Serbia dan
Kroasia, yang setelah pemerintahan federal
Yugoslavia terpecah, pemerintah menganjurkan para wanitanya utuk
memiliki lebih banyak anak. Anjuran tersebut dilandasi oleh keyakinan para
elite ke dua negara bahwa ketahanan nasional sedang diujun tanduk dengan sangat
sedikit jumlah populasi. Keyakinan para elite ini disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah pergeseran dari filosofi sosialis mengenai
emansipasi wanita ke ideologi yang lebih nasionalis. Faktor yang lain adalah
perbandingan yang dibuat oleh kalangan elite antara tingkat kesuburan yang rendah
diantara suku Serb di Serbia dan suku Croats di Kroasia, dengan tingkat
kesuburan yang lebih tinggi di kelompok
suku lain yang terdapat di dua negara. Untuk memahami bagaimana kebijakan
kesehatan berubah atau tidak, dibutuhkan kemampuan untuk mengkaji konteks
dimana kebijakan tersebut dibuat dan menilai sejauh mana jenis-jenis konteks
tersebut dapat mempengaruhi kebijakan yang dihasilkan.
Konteks Politik Kebijakan
Berikut
pernyataan para ahli tentang konteks politik didalam kebijakan :
1)
Wright Mills (1956) dalam bukunya, The Power Elite, mengatakan semua
kebijakan besar dan penting ditentukan oleh sekelompok elite individu, yang
memiliki kedudukan sangat kuat.
2)
Thomas Dye dan Hermon Ziegler dalam The Irony of Democrazy, dalam Winarno
(2007), memberikan suatu ringkasan pemikiran tentang elite bahwa kebijakan
public tidak merefleksikan tuntutan-tuntutan massa tetapi nilai-nilai elite
yang berlaku.
3)
Gill Walt (1994), meyakini bahwa
kebiakan kesehatan disuatu negara sesungguhnya merefleksikan sistem politik
yang berlaku dinegara tersebut.
4)
Charlotte Gray (1998), berpendapat bahwa
sekian waktu menjelang dilangsungkan pemilu atau pada saat kampanye maka upaya
perbaikan sistem kesehehatan, pelayanan kesehatan gratis bermutu, penjaminan
obat menjadi mantra yang selalu didengungkan oleh para kadidat, atau juga
pemenang kekuasaan yang ingin melanjutkan dan mempertahankan kekuasaannya.
Namun jangan heran jika selama musim pemilu, kesehatan kembali menjadi sekedar
sehelai kartu pokes dimeja perjudian politik.
Politik
adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan. Terminologi politik kerap dimaknai atau disama
artikan dengan kebijakan, dalam bahasa portugis (Walt, 1994) atau Prancis (Iain
Crinson, 2009). Jadi, dapat dikatakan bahwa hubungan definisi antara politik
dan kebijakan politik sebagai hubngan dua arah yang saling berkaitan, yaitu
sebagai proses perumusan dan implementasi kebijakan publik yang berlangsung
dalam sebuah sistem politik. Politik menjadi bagian dari kebijakan public dan
menyertai proses penetapan dan implementasi kebijakan publik.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki
kekuasaan untuk membuat dan menerapkan kebijakan, hukum serta undang-undang
diwilayah tertentu serta berkaitan dengan pengambilan keputusan yang terdiri
dari serangkaian proses dan sistem manajemen atau kepemimpinan. Definisi lain
secara resmi dirilis oleh World Bank bahwa pemerintah adalah institusi,
struktur dari kewenangan dan yang bekerja sama untuk mengalokasikan sumber daya
dan berkoordinasi untuk mengontrol kegiatan-kegiatan dalam masyarakat.
Politik maupun pemerintah sama-sama
berbicara tentang kekuasaan dan kewenangan negara. Politik melibatkan
serangkaian proses dimana sekelompok orang dengan opini berbeda berupaya
mencapai keputusan kolektif yang diwajibkan berlaku kepada anggota kelompok lain
dan dilegitimasikan dalam bentuk kebujkan. Sementara itu, pemerintahan adalah
proses pengolahan administrasi kewenangan negara yang merupakan elemen
pelaksanaan dan pengaturan kewenangan tersebut.
Akan sangat naif jika berpikiran bahwa
pengembangan kebijakan selalu berlangsung dengan tegas dan rasional. Kerap kali
kebijakan dibentuk atas dasar kompromi dari berbagai pelaku politik maupun
pemerintahan (Wiessert and Wiessert, 1996). Dengan demikian menjadi jelas bahwa
pengembangan kebijakan dalam proses tidak hanya berdasarkan pemikiran secara
rasional ataupun hasil pengorbanan administratif, melainkan seringkali bersifat
politis, serta memiliki keterkaitan dengan politik, kekuasaan, dan sistem
politik. Salah satu contoh pengaruh politik pada kebijakan kesehatan dapat
dilihat pada UU. No 32 Tahun 2004 tentang Desentalisasi. Dalam undang-undang
tersebut, kesehatan dijadikan sebagai salah satu kewenangan yang
didesentralisasikan. Tujuan dari desentralisasi kesehatan menurut undang-undang
tersebut adalah agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan efektif,
menciptakan pelayanan ke masyarakat yang lebih baik (aspiratif, akomodatif, dan
responsif), meningkatkan peluang partisipasi, dan demokratisasi di sektor
kesehatan.
Dalam praktiknya, posisi strategis
kesehatan menjadikannya syarat dengan muatan politik. Kekuasaan politik
terkosentrasi di ibu kota dan kota-kota besar lainnya jauh meningkatkan wilayah
Indonesia bagian Timur, misalnya, termanifestasi di sektor kesehatan. beberapa
provinsi yang memiliki tingkat AKB yang tinggi seperti NTB memiliki rasio
fasilitas pelayanan dan tenaga kesehatan per 100.000 penduduk yang lebih rendah
dibandikan dengan wilayah yang memiliki tingkat AKB yang rendah serta
sosioekonomi yang relatif baik (Ayuningtyas, 2011).
Pelayanan kesehatan seringkali menjadi
komoditas pada pertarungan politik, termasuk digunakan untuk menarik suara
pemilih (Ayuningtyas, 2011). Penarikan buku bertajuk Saatnya Dunia Berubah!Tangan Tuhan Dibalik Virus Fku Burung- ditulis
Mentri Kesehatan periode 2004-2009, Siti Fadhila Supari yang mencoba menguak
konspirasi AS dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pengembangan senjata
biologi dan virus flu burung. Tak beberapa lama buku tersebut beredar, mendadak
ditarik dari peredaran dengan alasan kesalahan tuli/cetak.
Konteks politik mengacu pada aspek-aspek
politik dari lingkungan yang relevan terhadap tindakan yang dilakukan oleh
kekuasaan.ini termasuk aspek-aspek, seperti pembagian kekuasaan, berbagai
organisasi yang terlibat serta kepentingan mereka, dan peraturan formal dan
informal yang mengatur interaksi antara actor yang berbeda. Untuk actor-aktor
pembangunan yang mempengaruhi kebijakan, konteks politik menjadi berarti karena
dapat menemukan kelayakan, kesesuaian, dan keefektifan dari tindakan-tindakan
mereka (odi.org.uk)
Proses Research
and Policy in Development (RAPID) dari ODI
bertujuan untuk meningkatkan pemakaian atau pemanfaatan riset dan
bukti-bukti faktual dalam kebijakan yang senantiasa berkembang. Program ini juga
mendorong pemanfaatan riset, rekomendasi, dan debat dalam praktik kebijakan.
Sebagai bagian dari program kerja, RAPID
berusaha untuk memahami lebih baik hubungan antara riset dan kebijakan. Salah
satu kunci yang ditemukan yang merupakan faktor krusial dalam membentuk
hubungan interaksi ini – yang menunjukan sejauh mana bukti berbasis penelitian
bias memberi umpan pada proses kebijakan. Kepentigan RAPID adalah kepraktisan dan didasarkan pada
pandangan bahwa pemahaman kompleks politik yang lebih baik – dari dan kemudian
meresponnya dengan tepat – maka dapat memungkinkan untuk memaksimalkan
kesempatan dalam memaksimalkan kebijakan. Untuk RAPID konteks politik dan
dampaknya pada hubungan riset-politik dapat dipahami dalam lima faktor kelompok
sebagai berikut:
a) Konteks
politik makro, pemerintahan, masyarakat sipil dan kebebasan politik.
b) Konteks
politik spesifik dari formulasi kebijakan dalam proses kebijakan spesifik
c) Implementasi
dan konteks institusional dalam birokrasi
d) Menemukan
momen-momen emas dalam proses kebijakan
e) Cara
berpikir para pembuat kebijakan.
Konteks Ekonomi dalam Pengembangan Kebijakan
Aspek
ekonomi dalam komponen yang penting untuk dipertimbangkan dalam membuat
kebijakan kesehatan. salah satu pilar kehidupan manusia, aspek ekonomi sangat
mempengaruhi proses kebijakan kesehatan yang dampaknya menyentuh seluruh
lapisan masyaakat. Memberi perhatian pada konteks ekonomi dapat membantu untuk
memahami dinamika kehidupan ekonomi masyarakat, pemerintahan, dan kekuatan
pasar internasional yang berpengaruh pada perencanaan kebijakan, pembangunan
dan implementasi kebijakan kesehatan.
Dinegara-negara berkembang, kondisi
perekonomian seperti kurs mata uang, konsumsi makanan, banyaknya pengangguran
dan sebagainya sangat mempengaruhi konsumsi kesehatan masyarakat secara
signifikan. Sumber daya yang terbatas juga mengakibatkan banyaknya program
kesehatan yang gagal dilaksanakan atau tidak berhasil mencapai tujuannya,
seperti terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan. masalah akses pelayanan
kesehatan ini tidak hanya secara geografis seperti yang dialami masyarakat
dipelosok daerah yang sulit menjangkau pelayanan kesehatan di pusat kota, namun
pula dapat diartikan dalam konteks keterjangkauan dan kemampuan masyarakat
miskin mengakses pelayanan karena
terbatasnya dana. Konsekuensi dari kondisi ini adalah gap harapan hidup dan kematian antarkelompok menjadi
besar.
Dalam pembangunan kesehatan, faktor
ekonomi mempengaruhi kebijakan kesehatan, dan aliran sumber daya. Terjadinya
krisis ekonomi pada tahun 1998, menyebabkan jumlah penduduk miskin di Indonesia
semakin bertambah, yaitu mencapai 40% dari jumlah penduduk; 28,5%di antaranya
tinggal di daerah urban dan 71,5% tinggal di pedesaan, data tersebut
memperlihatkan banyaknya penduduk kota dan desa menjadi miskin. Kondisi ekonomi
dan sosial dapat menyebabkan kemampuan membayar (daya beli) penduduk terhadap
pelayanan kesehatan turun drastis.
Padahal, sifat uncertainty atau ketidak pastian dalam pelayanan di bidang
kesehatan sama sekali tidak melihat kemampuan ekonomi rakyat karena tidak
seorang pun akan tau kapan ia akan butuh pelayanan rumah sakit an berapa biaya
yang akan ia keluarkan.
Konteks Sosial dan
Budaya dalam Pengembangan Kebijakan
Telah
banyak riset yang melaporkan adanya korelasi antara kesehatan dan kebudayaan,
baik secara positif maupun negatif. Termasuk pula kebudayaan atau gaya hidup
serta sikap hidup masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam proses kebijakan
kesehatan. perilaku konsumtif dan kejahatan korupsi di masyarakat negara
berkembang diyakini pula berpengaruh terhadap evektifitas pengembangan
kebijakan kesehatan. Beberapa organisasi seperti Bank Dunia, International
Monetary Fund (IMF), dan lembaga transparansi internasional telah menyoroti
korupsi dan dampaknya terhadap proses kebijakan di negara-negara berkembang
(Khan et al., 2006). Masalah sosial
dan kebudayaan masyarakat serta pemerintah yang akhirnya mempengaruhi
keberpihakan pada aspek kesehatan dalam penentuan keputusan ataupun kebijakan.
Dengan kata lain, konteks sosial dan budaya secara langsung atau tidak
mempengaruhi kebijakan kesehata disuatu negara.
Komponen yang terkait dengan konteks sosial dan budaya dalam kebijakan
kesehatan adalah: pendidikan, letak geografis, pekerjaan, hubungan antar
masyarakat, gender, agama, etis, adat istiadat, norma sosial dan norma budaya.
Karena kebijakan kesehatan sangat terkait dengan masyarakat yang merupakan
target sasaran kebijakan kesehatan, maka aspek sosial tidak dapat dilepaskan
dari kebijakan kesehatan.
Berbagai permasalahan dalam sektor
kesehatan tidak selalu dapat ditangani dengan baik karena kurangnya pendekatan
sosial dan budaya dalam kebijakan kesehatan. sebagai contoh kasus kematian ibu
melahirkan, salah satu penyebab adalah keterlambatan mengambil keputusan dalam
meruju ibu bersalin ke fasilitas pelayanan kesehatan. hal ini sering kali berhubungan
dengan faktor budaya dalam beberapa kelompok masyarakat kita dimana wanita
belum memiliki kesetaraan dalam proses pengambilan keputusan termasuk keputusan
yang berkaitan dengan kesehatan bahkan keselamatan sendiri. Selain itu,
permasalahan kekurangan gizi padaibu hamil juga disebabkan oleh pemahaman dan
nilai-nilai tentang posisi diri dan kurangnya pengetahuan gizi yang menyebabkan
wanita megorbankan kebutuhan kesehatannya untuk kesehatan anggota keluarga
lainnya.
Kearifan lokal masyarakat setempat dapat diubah dengan penekatan persusif
seperti yang dilakukan oleh bidan-bidan di daerah terpencil. Sebagai contoh
dapat dilihat dari penigkatan peran ketua adat dan Banjaran di Kabupaten Badung
Bali dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Kepala adat dan
Banjaran dalam masyarakat Badung memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat dan
mampu menggerakan masyarakat. Selain itu adalah keberadaan dokter obstetri
ginekolog sosial yang melakukan pendekatan sosial yang melakukan pendekatan sosial
dalam menangani kasus ibu hamil dengan resiko tinggi. Demikian contoh
pemanfaatan pengaruh bupati untuk mengubah kebiasaan masyarakat menggunakan
jasa dukun bayi dalam melayani persalinan dan beralih ke fasilitas kesehatan.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Perencanaan
dan implementasi harus berproses melewati perubahan yang tak terelakkan dari
rezim, struktur pemerintahan, kondisi ekonomi, dan lingkungan sosial, atau yang
disebut pula konteks dan kebijakan.
2. Konteks
memiliki makna tersendiri bagi kebijakan antara lain dalam membentuk a)
kemungkinan perubahan para arah kebijakan; b) posisi dan prespektif
organisasi-organisasi dengan kepentingan dalam reformasi kebijakan; c)
keefektifan atau kesesuaian dari tindakan-tindakan yang berbeda.
3. Konteks
dalam kebijakan meliputi konteks politik, ekonomi, sosial, buadaya.
4. Keterkaitan
antara konteks politik dengan kebijakan public saling dapat dilihat dalam
proses perumusan dan implementasi kebijakan public yang berlagsung dalam sebuah
sistem politik atau pengaruh politik elite yang terlibat didalamnya.
5. Keterkaitan
antara konteks ekonomi dengan kebijakan public dapat dilihat dari pengaruh
ekonomi makro yang mempengaruhi prioritas dalam penetapan opsi-opsi kebijakan
yang ada serta seberapa banyak sumber daya yang dapat dialokasikan dalam
implementasi kebijakan tertentu atau sebaliknya, seberapa besar pengaruh
terhadap kebijakan dalam kestabilan ekonomi suatu negara dan seterusnya. Hal
ini juga berlaku pada kebijakan kesehatan serta bagian dari kebijakan publik.
Keterkaitan antara konteks sosial
budaya dengan kebijakan kesehatan dapat berupah pengaruh kebudayaan atau gaya
hidup sera sikap masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam proses kebijakan
kesehatan. karena kebijakan kesehatan sangat berkaitan dengan masyarakat yang
merupakan target sasaran kebijakan kesehatan, maka aspek sosial tidak dapat
dilepaskan dari kebijakan kesehatan.
3.2. Saran
Untuk
menghadapi lingkungan yang cepat berubah secara dinamis ini disarankan agar
tingkat fleksibiltas yang tinggi dari institusi kesehatan serta kemampuan
merespon lingkungan dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Untuk
mengantisipasi lingkungan yang berubah sangat cepat ini kebijakan kesehatan
harus selalu di modifikasi sesuai dengan perubahan lingkungan,sosial budaya dan
ekonomi. Untuk mengantisipasi ketidakpastian yang diberikan lingkungan tersebut
kebijakan kesehatan harus dibekali dengan dukungan sekitar yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtyas, Dumila. 2014. Kebijakan Kesehatan : Prinsip Dan Praktek.
Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
FKM UI. 2007. Modul 3 Kebijakan Kesehatan “Analisis Lingkungan Kebijakan”.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Hann, Alison. 2007. Health and Politics. United Kingdom: Ashgate Publishing
Company
Robinson, R. Evans, D., and Exworthy, M.
2000. Health And Economy. Institude
for Health Policy Studies: University of Southampton
www.medkes.net
LAMPIRAN
Pertanyaan
dan Jawaban
1.
Berdasarkan
jenisnya lingkungan kebijakan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, bagian
manakah yang terpenting? (Gritari Kereh)
Semua
jenis jenis lingkungan kebijakan penting karena mempunyai bagiannya
masing-masing yang juga saling terhubung dan mempengaruhi. Seperti halnya
keumpamaan dalam satu tubuh terdiri dari beberapa jenis organ kita tidak bias
memilh mana yang terpenting karena organ yang satu tidak dapat berfungsi dengan
baik jika salah satu organ yang lain bermasalah.
2.
Mengapa
lingkungan kebijakan lebih tepat ditempatkan
di luar segitiga sistem kebijakan? (Arif Mamondol)
Sebagaimana
terminologi sistem pada umumnya, yang menempatkan input-proses-output pada satu
garis yang sama di dalam ruang lingkup unsur lingkungan kebijakan berlangsung
sebagai sebuah sistem dengan ada factor lingkungan yang memengaruhi. Penggunaan
istilah lingkungan kebijakan akan lebih tepat jika digunakan saat melakukan
analisis kebijakan yang menempatkan lingkungan sebagai pengaruh eksternal yang
memengaruhi keberhasilan suatu kebijakan kesehatan nantinya atau sebagai alasan
ketidakberhasilan suatu kebijakan kesehatan saat diimplementasikan.
3.
Apa
yang dimaksud dari pernyataan tidak ada kebijakan yang dibuat diluar
konteksnya? (Windy Lohige)
Karena
formulasi dan implementasi kebijakan tidak dapat lepas dari konteks sosial,
politik, dan ekonomi yang memengaruhi kebijakan yang dikembangkan serta
bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut dalam implementasi.
4.
Mengapa kelembagaan sektor kesehatan berada
pada sebuah sistem yang terbuka yang di sebut sistem pelayanan kesehatan?
(Ranny Bawental)
Karena
kelembagaan sector memiliki dukungan dari ligkungannya, seperti dukungan
lembaga legislatif, masyarakat, atau organisasi pemerintah pada sektor lainnya
sangat diperlukan
5.
Berikan
contoh dan alasan mengapa faktor budaya dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan?
(Mariska Wondal)
Dalam
suatu kebijakan kesehatan tentunya budaya dapat mempengaruhi sebuah kebijakan
kesehatan seperti contoh karena kuatnya suatu pengaruh budaya mengakibatkan
terhambatnya jalan proses suatu kebijakan seperti sesorang lebih mempercayai
dukun dalam melakukan persalinan dibandingkan bidan dan dokter.
6.
Pemerintah
adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan
kebijakan, menurut kelompok bagaimana peran pemerintah saat ini yang
menggunakan kekuasaannya dalam membuat kebijakan? Apakah sudah baik? (Yuliana
Salmon)
Pemerintah
saat ini sudah memulai melakukan kebijakan dengan baik dapat dilihat dalam
program-program yang disusun presiden sekarang dalam pembangunan di Indonesia,
walaupun belum terlalu terlihat jelas namun itu juga tetap akan berjalan dengan
baik jika ada peran dari kita juga dalam mendukung kebijakan itu dapat berjalan
dengan baik.
7.
Mengapa
konteks politik, ekonomi, sosial dan budaya penting untuk dipahami? (Frencilia
Derek)
Pengertian
konteks mengacu pada berbagai aspek relevan didunia yang berpengaruh terhadap
tindakan dan pilihan kebijakan. Konteks memiliki makna tersendiri bagi
kebijakan untuk berbagai alasan yang saling terkait. Pertama, konteks membentuk
kemungkinan perubahan misal, terjadinya reformasi kebijakan. Kedua, konteks
membentuk posisi dan perspektif organisasi-organisasi dengan kepentingan dalam
reformasi kebjikan, sebagai contoh posisi dan perspektif kepala Negara dan
dewan perwakilan rakyat menjadi berbeda setelah reformasi terjadi. Ketiga,
konteks membentuk keefektifan atau kesesuaian dari tindakan-tindakan yang
berbeda. Dalam beberapa konteks, suatu kebijakan akan menjadi lebih efektif
untuk bertindak dengan jalan tertentu ; dikonteks lain, bertindak dengan cara
yang sama belum tentu akan efektif (Nash et al., 2006). Konteks mengacu ke
faktor sistematis- politik, ekonomi dan sosial; nasional dan internasional-
yang mungkin memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan.
8.
Dalam
pembangunan kesehatan, faktor ekonomi mempengaruhi kebijakan kesehatan,
bagaimana jika permasalahan ekonomi
terus terjadi apakah tidak akan ada pembangunan? (Widad Syawie)
Pembangunan
akan terus berjalan walaupun ditengah-tengah permasalahan ekonomi yang ada
seperti contoh negara kita mempunyai banyak hutang salah satu factornya adalah
untuk membiayayai pembangunan yang ada, pembangunan tidak boleh terhenti karena
perkembangan jaman yang terus berganti yang harus diantipasikan adalah
menghindari pembangunan kearah yang salah atau pembangunan yang hanya sia-sia
karena itu akan lebih memperburuk permasalahan ekonomi yang ada.
9.
Proses
pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem ada sekian tahap dan
unsur yang terlibat dalam penetapannya. Unsur seperti apa yang terlibat? (Radha
Gobel)
Para
pelaku kebijakan atau aktor pengembang kebijakan juga tidak terlepas dari
nilai-nilai atau kepentingan serta kecenderungan pilihan, baik sebagai pribadi
atau mewakili kelompoknya.
10. Bagaimana jika buffering tidak
berfungsi dalam mengantisipasi pengaruh perubahan lingkungan terhadap
kebijakan? (Stefanus M)
Dengan
mengambil langkah kedua yaitu dengan terus mengamati lingkungan, dan menyiapkan
informasi yang akurat mengenai lingkungan setiap saat. Dengan demikian,
perubahan lingkungan yang drastis akan terdektesi secara dini, dan akann lebih
memudahkan untuk mempersiapkan tindakan antisipasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar